"Apakah menikah itu harus antara perempuan dengan laki-laki to Mas, apakah orang harus berlembaga perkawinan?, perkawinan yang tak jarang justru menghentikan evolusi spiritual, buat apa Mas". Seno makin tertunduk, mencerna perkataan Irene yang ternyata cukup dalam.
"Baiklah Irene, pandangan manusia masing-masing tidaklah sama. Cuma, maaf jika Mas lancang ya, mas khawatir kalau sedikit banyak Mas menyebabkan Irene memilih pilihan hidup seperti ini". Irene terdiam sejenak, menghela nafas dalam, halus, tenang sambil menutup mata.
"Begini Mas, jujur dulu Irene suka sama Mas, Irene suka dengan totalitas mas berbuat demi adik adik angkatan Mas. Mas pemberani, tutur katanya halus. Tetapi skeneraio semesta mengharuskan kita deket baru setelah Mas lulus dan sudah bekerja, sudah punya calon istri. Makanya Irene menuliskan kata-kata Anand Krishna di buku itu. Mas masih inget?".Â
Seno mencoba mengingat-ingat, tetapi yang teringat hanya tulisan Irene dalam huruf cina saja.
"Mas lupa".
"Yang bisa dijadikan penawar amarah hanyalah pemaafan, yang bisa dijadikan penawar kejahatan hanyalah kebajikan, yang bisa dijadikan penawar kebencian hanyalah kasih".Â
"Jadi mas, anak-anak tidak harus berwujud bocah, tetapi kebajikan adalah anak-anak bagiku, aku bisa melahirkan anak setiap saat". Seno lagi-lagi hanya terdiam, mencoba menerima sekaligus membaca Irene seutuhnya.
"Jadi Mas tak perlu khawatir, berprasangka yang kurang sesuai, karena itu akan menghambat batin Mas sendiri. Irene tahu betul kecenderungan Mas yang tertarik kehidupan spiritual".
"Baiklah Irene, diatas semuanya memang pilihan masing-masing orang berbeda, Mas paham dan sangat menghormati pilihan hidupmu Irene".
"Irene juga akan selalu menghormati Mas, berharap yang serba baik buat Mas. Dan jadilah seperti Mas Seno dulu, laki-laki yang tangguh, totalitas berbuat demi sesama dan selalu mau belajar, agar evolusi hidup Mas berkembang tanpa hambatan".
"Baiklah Irene, apa boleh Mas minta nomor mu biar bisa berkomunikasi?".