Iya, Din ... Maaf Din waktu saya cuma sedikit. Ada hal yang harus kamu tau. Aku kecewa sama kamu. Dan maaf kita harus benar-benar akhiri hubungan ini"
"Tapi ada apa bang, apa salahku? Setidaknya tolong beri penjelasan"
"Kamu tanya pada dirimu sendiri apa yang sudah kamu perbuat"
"Aku sama sekali tidak mengerti bang, tolong jelaskan. Kita sudah empat Tahun bersama. Kita mulai hubungan kita dari bawah. Suka duka kita lalui bersama. Apa harus berakhir dengan cara seperti ini"
"Harusnya kamu berfikir, kenapa tanya sama aku? Sudah ya.... Aku gak bisa lama-lama. Aku harus naik di atas pohon untuk bisa hubungi kamu. Dan mungkin ini terakhir aku hubungi kamu. Semoga kamu bahagia sama pilihan kamu"
Tuutttt....tutttt...tuuuttttttt......
Satria mematikan telfonnya secara sepihak. Dinda masih belum cukup penjelasan, berulangkali Dinda mencoba menghubungi ponsel Satria tapi sudah tidak aktif lagi.
Pagi harinya Dinda ijin untuk tidak masuk bekerja. Kejadian semalam membuat badan Dinda kurang sehat. Dinda juga tidak ingin masalahnya terbawa  dalam perkerjaan. Dengan badan yang masih lemas dinda pergi kerumah Rere. Sampai dirumah Rere, Dinda tidak sengaja mendengar Rere sedang berbicara dengan seseorang di ponsel.
"Tidak sat, aku sayang sama kamu. Kamu tidak sendirian. Aku akan selalu ada untuk kamu. Dinda memang tidak cocok untuk kamu. Kamu terlalu sempurna untuk orang penghianat seperti Dinda" Mendengar hal itu hati Dinda seperti tersayat pisau. Sahabat baiknya tega mengucapkan seperti itu kepada kekasihnya.
"Apa salahku? Penghianatan seperti apa? Aku tidak pernah menghianati Satria. Bahkan aku sama sekali tidak dekat dengan lelaki manapun" kata Dinda kepada Rere sambil berkaca-kaca matanya. Sontak Rere kaget akan kehadiran Dinda dan segera  mematikan telfonnya.Â
"Maaf, Din... bukan maksudku begitu, tapi ...."