Pada saat Sinar Mentari mulai meninggi, Nenek itu lalu bangkit dari duduk mulai berjalan meninggalkan Taman di depan Gereja Katedral. Baru berjalan satu langkah, ditengoknya bangku kosong di Taman Gereja Katedral itu. Hatinya merasakan kerinduan yang mendera.Â
Nenek itu tidak tahu hanya beberapa meter di belakangnya, ada seorang kakek penuh takjub memperhatikannya. Kakek itu mencoba menahan perasaannya.Â
Namun semakin ditahan dan dihalangi perasaan itu, malah semakin kuat memberontak dari sanubari hati terdalamnya. Tatapan kakek itu meninggalkan tanya. Apakah benar sosok yang dia lihat itu adalah sosok yang dirindukannya selama ini?Â
"Erika!" Teriak kakek itu tidak lagi mampu menahan diri, sambil matanya menatap punggung penuh dengan harapan kebenaran dengan apa yang dilihatnya.Â
Hening beberapa saat dan jantung Kakek itu semakin berdetak keras ketika Nenek menghentikan langkahnya mendengar namanya dipanggil seseorang.Â
Dia seolah tidak percaya dengan suara itu, seperti yang selama ini sangat dia kenal. Perlahan nenek itu membalikkan badan dan terkejut karena dihadapannya sudah berdiri sosok yang selama ini sangat dirindukannya.Â
"Hendarno!" Pekiknya penuh haru. Matanya berkaca-kaca memandang penuh haru. Dia tidak percaya sosok yang berdiri tersenyum di depannya itu adalah Hendarno. Sosok di depannya ini adalah tambatan hati yang dulu harus direlakannya.Â
Memang Hendarno terlihat sudah tua, hal itu pasti karena usia kakek itu juga saat ini adalah 70 tahun. Namun jujur Nenek itu masih akrab dengan senyumnya yang masih seperti dulu.Â
"Hen! Ini Kamu?"Â
"Iya Rika."Â
"Kamu masih seperti dulu."Â