“Aku kagum padamu Hendarno. Perpisahan kita dulu tidak berakhir dengan saling membenci,” suara Tria penuh sendu.
Mendengar nada suaranya, sangat terasa ada sesal yang mendalam dari relung hati wanita cantik pujaanku ini. Memang Tria tidak bersalah sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua, maka dirinya harus patuh.
“Tria sebaiknya lupakan saja yang sudah berlalu. Ayo kita rayakan pertemuan kita ini dengan rasa gembira. Ayo dong kamu tersenyum lagi,” kataku sambil menatap wanita rupawan di depanku ini.
Wanita berwajah anggun itu balas menatapku. Ya Tuhan sepasang mata teduhnya itu masih indah seperti dulu. Triapun tersenyum membalas tatapanku.
“Aku membawa kabar baik buatmu Hen!”
“Kabar apa?” Tanyaku.
“Aku sekarang sudah tidak tinggal di Kuala Lumpur,” jawab Tria.
“Lalu suamimu juga ikut pulang?” Tanyaku. Tria mengangguk pelan.
“Rumah orang tuamu di Sawojajar masih ditempati?”
“Ayah dan Ibu sudah wafat. Rumah itu sudah dijual.” Jelas Tria.
“Lalu kamu tinggal di mana?”