Pesan singkat di ponsel itu kubaca dengan perasaan tidak percaya. Nomornya memang masih tersimpan di ponselku. Apakah benar ini berasal dari Triayoga Indrawati? Sosok wanita yang selama ini selalu mengisi setiap relung hatiku.
Dua puluh tahun tidak bertemu sejak Tria diboyong suaminya ke Kuala Lumpur. Bertemu kembali memandang wajah rupawannya membuat hatiku berdebar tidak sabar.
Matos atau Malang Town Square, jaraknya dari Kampus UB bisa ditempuh hanya beberapa menit saja. Namun rasanya seperti berjam-jam menuju ke sana untuk bertemu Tria.
Kendaraan sengaja kuparkirkan di pinggir jalan Veteran persis di depan lobi Matos agar lebih mudah saat pulangnya nanti. Area ini adalah tempat kemacetan yang mejadi rutinitas.
Bergegas menuju area Food court, tempat di mana Tria sepakat bertemu. Tetiba ada lambaian tangan dari seorang wanita. Benar yang melambaikan tangan itu adalah Tria, tengah duduk menunggu di meja pojok menghadap ke arahku.
Kuhampiri wanita rupawan ini. Sejenak kupandang wanita yang pernah kukagumi ini. Dia tersenyum sambil memanggil namaku.
“Hendarno!” Sebuah sapa dari Tria yang sudah lama tidak pernah terdengar di telingaku. Kutatap wajahnya, benar-benar tidak percaya.
“Benarkah ini Triayoga Indrawati?” Tanyaku sambil menatap wanita cantik di depanku. Tria hanya tersenyum sambil memandangku yang masih terpukau.
“Iya Hendarno Santoso. Ini aku ini Tria. Apakah ada yang berubah denganku?” Tanya Tria masih tetap tersenyum.
Aku takjub memandang wajah cantik di depanku. Tria yang sudah berusia 45 tahun ini masih tetap anggun padahal sudah memiliki putri yang sudah kuliah.