Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: "Ghosting" (Hilang)

8 Maret 2021   16:29 Diperbarui: 8 Maret 2021   19:27 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang Perpustakaan Pusat pagi itu sepi. Selain karena para mahasiswa sibuk mengikuti kuliah, juga para Dosen harus mengajar. Aku melihat hanya ada empat atau lima orang yang sedang membaca dan menulis di Perpustakaan Pusat itu.

BACA JUGA Imlek Bersama Senyum Mikayla

Aku masih sibuk mempersiapkan kelengkapan laporan usai kemarin mengikuti kegiatan dokter Ramli, Ahli Bedah di Rumah Sakit Santo Borromeus. Tetiba aku dikejutkan tepukan di punggungku. Arga sudah berdiri lalu dengan cekatan laptopku dia tutup dan duduk di depanku.

"Kamu hebat Hendarno Al Ghufron!" Suara Arga setengah berbisik. Maklum di perpustakaan tidak boleh berteriak.

"Hei Bro, ada apa ini tiba-tiba bikin aku melongo." Kataku. Sementara Arga masih senyum-senyum memandangku.

"Al Ghufron bisa kenal Mikayla, bagaimana ceritanya?" Pertanyaan Arga to the poin. Kali ini aku yang membalasnya dengan senyum.

Aku menjelaskan yang sebenarnya kepada Arga, sobatku yang terkenal bengal ini. Mendengar penjelasanku Arga, kandidat dokter spesialis bedah ini tampak puas.Terutama ketika aku katakan bahwa Mikayla sudah tidak lagi dalam dunia hitam itu sejak dua tahun lalu.

"Syukurlah Hen. Aku mendukungmu untuk membawanya kembali. Kamu punya kapasitas untuk membuat orang jadi baik!" Kata Arga sehigga kalimat ini yang membuat aku tertawa.

"Kenapa kamu tertawa?"

"Iya dong tertawa. Buktinya aku bolak balik memberi nasehat tapi tetap saja Arga Ariadipa tetap bengal dan berandalan." Ujarku. Kali ini Arga tertawa lepas dan baru sadar ini perpustakaan dia langsung mengecilkan suara tawanya.

"Kamu itu nasehatnya hanya buat cewek-cewek. Untuk orang macam aku nasehatmu tidak mempan alias mental." Suara Arga sambil cekikan.

"Kamu masih bikin laporan kegiatan bedah kemarin ya bersama dokter Ramli? Aku baru besok mengikuti operasi pasien bersama dokter Ramli." Lanjut Arga sambil pamitan.

Sempat sebelum pamit Arga berpesan agar aku harus berhati-hati dengan seseorang penghubung Mikayla yang sering datang ke Kampus ini.

Saat itu Arga tidak menyebutkan siapa penghubung itu. Namun jika yang dimaksud adalah Lorenzo Martin atau yang dikenal dengan panggilan Bos Enzo, dia sudah ditangani polisi.

Namun aku tetap harus waspada dan berhati-hati jika benar ada ancaman serius yang berkaitan dengan Mikayla.

Aku kembali melanjutkan pekerjaan membuat laporan kegiatan praktek bedah yang harus segera masuk paling lambat siang ini segera dikirm ke email dokter Ramli.

Suasana perpustakaan yang sepi terasa damai, tidak ada suara selain alunan music instrument Richard Clayderman - Ballade Pour Adeline. Dalam kedamaian itu semua laporan tuntas sudah dan segera dikirim ke surel dokter Ramli.

Aku tutup laptop kerja dan mulai bergegas meninggalkan perpustakaan. Siang ini aku punya janji dengan Mikayla untuk makan siang di sebuah caf di Jalan Riau.

Kata Mikayla ada yang ingin dibicarakan denganku entah persoalan apa. Mungkin masalah prostitusi online milik Bos Enzo yang tempo hari diciduk Kepolisian.

Kota Bandung siang ini begitu terik namun masihada angn yang berhembus sehingga masih ada rasa sejuk. Hanya membutuhkan waktu setengah jam aku sudah sampai di tempat tujuan.

"Mas Hendar!" Kayla mamanggilku sambil melambaikan tangannya. Aku menghampiri gadis cantik ini dengan disambut sebuah senyuman menawan.

"Beres laporannya Mas?" Tanya Kayla. Aku mengangguk sambil duduk di depannya.

Kami mengobrol sambil menunggu pesanan makanan dan minuman dengan menu makan siang.

"Semoga Mas Hendar cepat wisuda dari program spesialisnya," kembali suara Mikayla berharap agar aku cepat merampungkan studiku di program spesialis bedah ilmu kedokteran ini.

Aku kembali tersenyum menanggapi harapan Mikayla itu.

Gadis di hadapanku ini benar-benar sempurna aura kecantikannya. Wajah oval dengan sepasang mata indah yang sorotnya tajam. Hidung bangir dan bibir ranum itu ramah tersenyum membuat aku tak berdaya.

"Mas Hen! Kok melamun?"

"Eh iya ya." Kataku gugup. Melihat aku gugup Kayla hanya tertawa kecil.

"Oh iya tadi malam ada Om Leo dan Tante datang ke rumah. Banyak ngobrol dengan Beliau. Aku juga cerita tentang Mas Hendar." Ujar Kayla.

Om Leonardo adalah adik kandung dari Ibunya Mikayla. Om Leo adalah seorang militer yang pernah bertugas sebagai Atase Militer Indonesia di Lebanon.

Sekarang beliau sudah kembali ke Indonesia. Sejak Mikayla memutuskan hubungan dengan keluarganya di Medan, Om Leo ini yang menjadi penengah.

"Bagaimana perkembangan kasus Bos Enzo di Bareskrim?"

"Bagiku sudah tidak lagi dihubungi Kepolisian mungkin keterangan sudah cukup. Tapi aku masih ada rasa khawatir dengan ancaman mantan penghubungku di Kampus." Kata Mikayla mulai serius.

Aku jadi teringat omongan Arga yang menurutnya harus berhati-hati dengan orang yang selama ini menjadi penghubung Mikayla di Kampus.

"Dia namanya Omen, anak mahasiswa Kimia juga. Dua hari yang lalu dia mengancamku jika berani membuka rahasianya." Jelas Kayla.

"Kamu harus berfikir tenang Kayla. Walaupun ancaman itu juga tetap harus diwaspadai."

"Iya Mas. Tetapi ada yang membuat aku lebih khawatir. Omen sekarang sudah tahu kalau Mas Hendar dekat denganku. Aku taku terjadi apa-apa denganmu." Mikayla memandangku dengan wajah penuh dengan kecemasan. Sorot matanya demikian sendu seperti mau menangis. Ya Tuhan gadis rupawan ini begitu mempesona kendati mimik wajahnya sedang dalam rasa khawatir.  

"Kayla jangan khawatir. Insha Allah, aku bisa menjaga diri." Kataku tegas sambil aku memegang kedua tangannya. Mikayla masih memandangku dengan perasaan cemas. 

Sungguh aku merasakan cintanya. Dari pandangan matanya memancarkan cinta itu. Aku tidak tahu apakah dia juga merasakan cintaku yang belum berani aku utarakan? Entahlah.

Sejak pertemuan terakhir di Cafe Jalan Riau itu, aku sudah seminggu ini tidak bertemu Mikayla. Setiap panggilan melalui ponselnya selalu saja tidak aktif.

Sehari-dua hari aku masih menganggap bahwa Mikayla sedang sibuk menyusun skripsinya. Namun setelah seminggu ini aku merasakan kecemasan luar biasa.

Mikayla seperti hilang tiada berita sama sekali darinya. Tiffany, sahabat dekatnya  yang sempat aku hubungi mengatakan hal yang sama. Kemana kamu Mikayla?

Sore itu baru saja aku menyelesaikan tugas praktek bedah bersama dokter Ramli. Hari yang melelahkan rasanya ingin segera saja tiba di rumah dan merebahkan diri.

Sepeda motor Jepang itu meluncur di atas jalan layang Pasopati. Suasana sejauk Kota Bandung sangat menyenangkan. Aku meluncur di tengah lalu lintas yang lancar.

Sebuah Jeep tiba-tiba saja menyalip dan memotong ketika aku sampai di jalan turun Pasopati. Hampir saja aku terjatuh namun tetap saja membuat aku harus menghentikan motorku.

Ada tiga orang turun dari Jeep itu menghampiriku dan tanpa basa-basi mereka langsung menghajarku bertubi-tubi. Aku tidak sempat berbuat apa-apa, selain karena mereka bertubuh besar dan kekar, juga jumlah mereka tiga orang. Pasti aku tidak sanggup untuk melawan mereka. 

Di ruang ICU RS Santo Borromeus aku terbaring. Kata dokter aku pingsan cukup lama karena kepalaku terkena benturan oleh benda keras.

Dalam keadaan terbaring lemah aku masih sempat berfikir tentang kekhawatiran dan kecemasan Mikayla. Ternyata itu kini terbukti. Siapakah orang-orang kasar dengan tubuh kekar yang menhajarku di ujung jalan Pasopati itu?  

Kini aku yang berbalik merasa khawatir dan cemas dengan nasib Mikayla yang hingga saat ini seperti hilang tanpa berita. Sungguh aku merasa khawatir namun saat ini belum bisa berbuat apa-apa.

Kemana kamu Mikyala?  

@hensa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun