Di Indonesia tetes tebu diproduksi sekitar 1,5 juta ton per tahun dengan kandungan sukrosa sekitar 520 ribu ton. Pemasaran tetes dilakukan di dalam negeri maupun diekspor dengan harga yang fluktuatif berkisar antara 10 - 15 persen harga provenu gula pasir.
BACA JUGA : Sekilas tentang "Sweet Sugar" (6): Metode Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula
Dengan dikuasainya teknologi pemisahan kromatografi untuk komponen sukrosa dalam tetes maka peluang untuk meningkatkan nilai tambah tetes semakin besar. Maka peluang peningkatan produktivitas semakin terbuka yang akan menambah daya saing industri gula.
Tetes tebu adalah salah satu produk hilir pabrik gula yang masih mengandung 30 - 40 persen sukrosa 4 - 9 persen sukrosa dan 5 - 12 persen fruktosa.
Dengan komposisi kandungan gula demikian, tetes tebu sangat diminati oleh kalangan industri fermentasi dalam negeri sebagai bahan baku industri mereka.
Terutama tetes tebu dengan kadar abu yang rendah memiliki pangsa pasar sangat baik. Sedangkan yang berkadar abu tinggi umumnya mengalami kesulitan dalam  pemasarannya.
Tetes tebu dengan kadar abu  tinggi dapat diatasi untuk menurunkan kadar abu tersebut. Salah satu cara yang cukup dikenal selama ini adalah  cara kromatografi.  Metoda ini pada dasarnya merupakan proses  pemisahan komponen-komponen yang terdapat dalam tetes tebu menjadi  fraksi sukrosa, gula reduksi (glukosa dan fruktosa) serta non gula (abu).
Pemanfaatan kembali fraksi sukrosa dari tetes tebu untuk dikristalkan merupakan kajian yang menarik untuk diketahui sejauh mana produktivitas akan meningkat.
Sementara glukosa dan fruktosa dapat dijadikan pemanis non sukrosa misalnya dimanfaatkan sebagai sirup berfruktosa tinggi melalui proses enzimatis.
Teknologi Pengambilan Gula dari Tetes Tebu