Semalaman aku tidak mampu tidur dengan pulas karena mengingat Mikayla yang mungkin masih berada di Markas Polisi. Ponselnya jelas tidak bisa dihubungi. Walaupun ponselnya aktif tetapi berkali-kali panggilanku tidak direspon.
Esoknya hampir semua agenda kegiatanku tidak bisa aku lakukan dengn fokus. Diskusi rutin dengan dokter Toni, ahli bedah senior termasuk magang di ruang operasi pagi itu untung saja bisa dilewati dengan baik.
Pada siangnya, di Perpustakaan Pusat, aku hanya menghabiskan waktu untuk melamun memikirkan Mikayla. Apa yang sedang dia lakukan saat ini Kayla?
Pertanyaan dalam hati yang disambut dengan dering ponselku. Panggilan masuk dari Kayla.
"Hallo Kayla!"
"Mas Hen, ini saya sekarang sudah bebas!"
"Kayla ada dimana sekarang?"
"Sudah di rumah. Mas bisa enggak kita ketemu?"
"Baik Kayla."
Segera aku meluncur menuju rumah kost Mikayla. Aku kini merasa bahagia karena gadis dambaanku ini sudah bisa lepas dari belenggu yang selama ini menyanderanya.
Di depan teras rumah itu, Mikayla sudah menungguku. Dia berlari menyambut untuk memelukku erat sekali. Isak tangisnya tidak bisa dibendung. Aku hanya terpana tak mampu bicara sepatah katapun. Benar-benar membisu. Bisunya seorang Jomlo Pesantren.