Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Melepas Belenggu

5 Februari 2021   17:10 Diperbarui: 7 Februari 2021   15:20 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat aku tertegun membaca berita itu. Aku tetiba jadi teringat Mikayla Angela. Gadis yang menjadi korban praktik yang menjerumuskan itu. Inisial LM dalam berita itu juga mengingatkan cerita Kayla dengan sosok Lorenzo Martin. Lelaki peranakan latin ini pernah menjerat Mikayla dalam dunia kelam tersebut.

Apakah LM yang dimaksud itu adalah Lorenzo Martin yang sering dipanggil Bos Enzo oleh para anak asuhnya.

Akhir-khir ini aku merasakan kekhawatiran dengan Mikayla. Apakah dirinya masih sering dimanfaatkan dengan jeratan oknum mucikari itu? Ataukah Kayla sudah berhasil menghindar dengan aman. Benar-benar rasa khawatir ini terus saja menghiasi benakku.

Tampaknya aku harus bertemu Tiffany sekedar mencari info terbaru. Tapi kenapa tidak langsung saja bertemu dengan Mikayla? Untuk saat ini mungkin lebih baik tidak dulu, hanya untuk menghindari kesalah pahaman. Aku sangat berhati-hati berbicara masalah peka tersebut di hadapan Mikayla.

Maka untuk yang kedua kalinya dalam sepekan ini aku kembali janjian ketemu dengan Tiffany. Ketika aku hubungi, ternyata gadis itu juga ingin bertemu denganku karena ada yang ingin dibicarakan.

Taci Fany, kadang aku memanggil Tiffany dengan sebutan itu. Taci adalah panggilan akrab untuk kakak perempuan dalam keluarga Tionghoa. Walaupun usia Tiffany jauh lebih muda dariku namun panggilan itu menunjukkan rasa hormat dan keakraban.

Kami sepakat kembali bertemu di Kantin Kampus agak sore. Karena siang itu aku harus mengikuti sesi pertemuan dengan dokter Hambali dalam diskusi rutin.

Hujan sore hari sudah jadi rutin, aku menuju Kantin. Di sana aku melihat Tiffany sudah duduk menunggu di meja pojok. Melihat kedatanganku, Tiffany tersenyum menyambutku.

Tempat di pojok itu sangat cocok untuk membicarakan hal-hal penting. Karena posisi mejanya sangat mendukung, berada di pojok ujung ruangan kantin agak terpisah dari meja lainnya.

"Sudah lama Taci!" Sapaku.

"Ah Mas rasanya panggilan akrab itu lama sekali tak kudengar." Suara Tiffany senang aku panggil dengan sebutan Taci.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun