Hanya setengah jam akhirnya aku sampai di alamat yang dimaksud. Sebuah rumah besar dan di sebelahnya sebuah paviliun dengan pintu pagar terpisah dari rumah induknya.
Pintu pagarnya tidak terkunci maka akupun memarkir sepeda motor itu di halaman dalam. Aku tekan tombol bel di samping pintu itu. Aku mendengar suara seseorang berjalan menuju pintu.
Ketika pintu terbuka, aku melihat Mikayla berdiri disitu dengan senyum manisnya. Sejenak aku terpana memandang wanita cantik ini. Walaupun berpakaian seadanya namun tidak mengurangi aura kecantikannya.Â
Sekali lagi aku tetap tidak percaya bahwa Mikayla adalah ayam kampus.
"Mari Mas Hen, silahkan duduk. Mau minum panas atau dingin?" Kata Kayla menawarkan minuman.
"Minum panas saja! Terima kasih!"
Bandung memang masih hujan di akhir bulan ini dan udaranya lumayan sejuk, tidak panas seperti biasanya.
Paviliun ini adalah sebuah rumah kecil. Walaupun mungil namun terkesan mewah karena perabotan yang ada kelihatannya kelas satu. Tentu saja ini meng-gambarkan penghuni rumah tersebut adalah kelas satu.
Tidak berapa lama Mikayla sudah kembali menemuiku di ruang tamu itu dengan secangkir teh panas.
"Mas silahkan!" Kata Mikayla sambil menyodorkan secangkir teh manis.
"Mas, terima kasih sudah mau datang. Tadi tidak nyasar nyari alamat ini?" Tanya gadis berkulit putih bersih ini sambil tersenyum.