Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebuah Jejak Foto Masa Lalu

2 November 2020   15:29 Diperbarui: 2 November 2020   16:28 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Pixabay

"Kinanti jangan bertanya menu makanan Priangan di sini ya," sambil aku serahkan daftar menu makanan. Kinanti tersenyum sambil mengambil daftar menu yang aku sodorkan.

"Nah ini Rawon Setan! Dulu aku pernah di ajak makan Rawon setan waktu di Surabaya." Ujar Kinanti.

"Oh iya waktu itu untuk pertama kali makan rawon ya. Tapi belum pernah makan setan," kataku sambil ketawa. Kinanti tertawa lepas. Rawon adalah makanan khas Jawa Timur.

Sungguh aku melihat Kinanti bahagia sekali. Aku merasakan ada yang lain dengan Kinanti. Saat ini sikapnya kepadaku begitu penuh harap seolah dia sedang menunggu wujud sikap dan niatku dulu yang pernah aku utarakan kepadanya.

Aku harus memaklumi tidak mungkin Kinanti membuka duluan lembaran lama tersebut. Akulah yang harus membuka lembaran tersebut dan memulainya lagi untuk mengeja dan membaca hatinya.

Selama menikmati makan siang itu berkali kali aku mencuri pandang menikmati kecantikan wajah Kinanti. Maha Besar Allah yang telah menciptakan mahluk secantik ini.

Kinanti dari sejak SMA dulu sampai sekarang dalam usianya yang sudah kepala empat masih tetap cantik. Andaikan Kinanti berdampingan dengan anak gadisnya, Intan Permatasari, mereka bak kakak beradik.

Orang tidak mungkin menyangka kalau Kinanti adalah Ibunya. Kinanti, wanita berparas cantik dengan mata yang teduh, pandangan tajam, hidung bangir dan bibir selalu berhias senyum. Aku lah lelaki yang dulu waktu SMA pernah jatuh cinta kepadanya.

"Hei! Alan kenapa kamu bengong begitu?" Suara Kinanti membuatku terkejut dan membuyarkan semua angan dan lamunanku.

"Tidak apa-apa," kataku agak gugup.

"Melamun siapa Alan?" Tanya Kinanti langsung menohok tapi sambil tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun