"Perlakuan suaminya yang arogan, egois dan kasar menambah kelengkapan penderitaan Listya."
"Maksudmu apa ini?"
"Aku seakan tidak percaya bahwa Listya yang lembut bersuami seorang yang kasar terhadap istrinya. Alan kau tadi sudah melihat air mata yang menetes di pipinya adalah air mata ketabahan dan kesabaran seorang istri yang tetap ingin menjaga jati dirinya." Suara Kinanti perlahan namun seakan memecah kebisuan ruangan itu.
Aku masih terdiam dan tidak mampu berkata sepatah katapun seakan lidahku terkunci dan bibirku bisu.
"Alan! Ketika Listya bercerita padaku tentang semua yang dialaminya seakan dia bercerita di depan orang yang sudah lama dikenalnya." Kata Kinanti melanjutkan ceritanya.
"Aku sendiri heran serasa aku sudah begitu lama mengenal Listya sehingga kami berbincang begitu akrab." Tambah Kinanti.
"Ada yang menarik ketika Listya berkata padaku bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena telah mendapatkanmu sebagai teman hidup." Kata Kinanti sambil menatapku.
"Kau tahu itu apa artinya?" Tanya Kinanti masih menatapku tajam.
Aku tetap hanya mampu diam membisu tak bisa berkata sepatah katapun.
"Aku yakin Listya mencintaimu," kata Kinanti.
"Kinan kenapa kamu begitu yakin?"