Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Di Antara Dua Bidadari

24 Agustus 2020   15:03 Diperbarui: 24 Agustus 2020   15:04 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan trotoar di Kota Bandung (Foto CDB/Okezone)

Segera saja aku bergegas menghampirinya. "Apakah betul penglihatan saya, ibu ini bernama Kinanti Puspitasari?" Aku sengaja menyapanya dengan nama lengkapnya.

"Alan, syukurlah ternyata kamu masih ingat aku. Lucu juga kamu panggil aku ibu," katanya tersenyum. Kinanti memang cantik dan anggun dan dulu aku sangat mengaguminya.

"Kejutan bisa bertemu Kinanti Puspitasari di Kota Bandung ini!" Kataku sambil tertawa.

"Alan, padahal Minggu depan aku mau ke Surabaya ke Kampusmu tapi ternyata takdir mempertemukan denganmu lebih cepat. Aku sebelumnya tidak tahu kamu Dosen Farmasi. Tentu kalau ketemu di Kampusmu bisa lebih lucu lagi ya," kata Kinanti tertawa renyah.

"Oh ya. Kinan rencana ke Surabaya tanggal berapa? Biar aku atur jadwalku sehingga aku bisa menemanimu selama di Surabaya."

"Hari Kamis 25 Februari. Wah Alan mau menemaniku selama di Surabaya asyiiik dong!" Kata wanita cantik yang dulu aku pernah "naksir" padanya saat SMA itu.

Kami berbincang akrab maklum sudah 25 tahun tidak bertemu ya sejak lulus SMA. Kinanti sebagai anak tunggal ikut orang tuanya ke Malaysia karena ayahnya ditugaskan menjadi staf Kedubes di Kuala Lumpur.

Kinanti melanjutkan kuliah di Malaysia sampai dengan S3. Saat ini bekerja sebagai tenaga dosen ITB. Kinanti sewaktu SMA memang termasuk siswi yang cerdas.

Saat itu tiga gadis cantik yang otaknya cemerlang adalah Erika, Aini dan Kinanti. Tidak ada yang bisa menyaingi mereka bertiga.

Ternyata di Bandung ini aku bertemu teman lama dan bercerita banyak tentang masa-masa yang sudah lewat. Masa remaja SMA yang penuh dengan nostalgia.

"Kinan yang tidak pernah kulupa adalah suaramu, mata dan senyummu.  Mangkanya tadi waktu kamu bertanya dalam presentasiku, aku seperti mengenal ibu ini," kataku bercanda. Kinanti hanya tertawa renyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun