Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Benarkah Ada Cinta di Beranda Rumahmu?

11 Agustus 2019   14:37 Diperbarui: 11 Agustus 2019   17:08 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibunya Aini ada di samping Pak Bachtiar pada saat memberikan sambutan dan petuah. Kecantikan ibunya ini rupanya yang menurun kepada anak gadisnya. Aini adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Dua orang kakaknya semua laki-laki. Mereka alumnus pertambangan ITB dan kedokteran UI. Sekarang mereka sudah berkeluarga.

Selama sambutan tunggal Pak Bachtiar itu, sama sekali aku tidak memperhatikan apa yang diucapkan beliau. Perhatianku hanya fokus kepada gadis cantik dengan jilbab rapi menutupi wajah oval bermata tajam dan indah, berhidung mancung, berbibir ramah dan manis jika tersenyum.

Gadis yang saat ini ada persis di depanku ini penuh khusyu mendengarkan setiap kata dan kalimat Sang Ayah. Aku merasakan kedamaian setiap memandang wajahnya. Tak bosan-bosan aku memandangnya yang saat itu sedang tertunduk penuh hidmat mendengarkan wejangan Ayah tercintanya.

Oh Tuhan begitu sempurna Kau ciptakan dia Maha Besar Engkau ya Allah. Apakah Kau izinkan andaikan dia jadi istriku?. Aku merasakan kedamaian jika berada di dekatnya ya rasanya sama seperti dulu ketika Erika masih bersamaku. 

Perasaan-perasaan seperti itu seolah kini berulang. Getaran-getaran hati ini juga demikian. Tidak salah aku memang sedang jatuh cinta kepada Aini.

Tanpa sadar aku sudah demikian lama memandangi Aini ketika tiba-tiba Aini mengangkat wajahnya dia tersenyum memandangku dan aku sudah pasti terkejut karena kepergok sedang memandangnya. Tapi aku segera membalas senyumnya. Kami berpandangan sambil tersenyum. 

Acara syukuran malam itu ditutup dengan doa juga dipimpin oleh Pak Bachtiar. Para tamu lalu beramah tamah dengan menimati sajian makan malam bersama. Acara sederhana ini selesai tidak terlalu larut malam. Para tamu satu-demi satu mulai berpamitan.

Baca Juga : Hari Pernikahan Itu

Saat itu sebenarnya aku juga akan segera berpamitan ketika tiba-tiba Aini mencegahku agar aku sebaiknya jangan pulang dulu. Kulihat Alanpun sudah pamit duluan. Akhirnya semua tamu-tamu sudah pulang tinggal aku sendirian.

"Hensa mari kita duduk di teras depan saja," ajak Aini. Kami berdua menuju teras depan. Di sana memang lebih nyaman karena bisa langsung memandang ke arah jalan Bangka yang malam itu sudah mulai sepi.

Biasanya dari pagi sampai sore jalan ini super ramai karena dilalui Angkutan Kota dari Terminal Baranang Siang pulang pergi ke arah penjuru kota Bogor seperti jalan Merdeka, Pasar Anyar, Pasar Bogor, Jalan Surya Kencana, Tajur sampai ke arah Ramayana, Pangrango, Raya Pajajaran, jalan Salak, Gunung batu, Sindang Barang, Demaga dan entah kemana lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun