Ha ha ha memang payah aku ini rupanya tidak bisa move on walaupun sudah berkali-kali Aini selalu mengingatkanku bahwa hidup ini harus bergerak ke depan jangan mundur ke belakang.Â
Aku masih menikmati hidangan makan malamku ketika mataku tertuju pada running text  yang menarik perhatian tertera di televisi tersebut.
Sebuah kapal Feri tujuan Kupang tenggelam dihantam badai di perairan Nusa Tenggara Timur karena cuaca buruk.
Kapal Feri?. Kenapa tiba-tiba saja aku teringat Iqbal calon suami Aini Mardiyah. Bukankah sore tadi Iqbal ada di kapal Feri itu menuju ke Kupang seperti diceritakan Aini?.Â
Oh apakah ini kapal Feri yang ditumpangi oleh Iqbal. Ya Allah mudah-mudahan bukan kapal Feri yang ditumpangi Iqbal. Sudahlah aku harus membuang fikiran yang tidak enak itu.Â
Tapi ketika aku kembali melihat running text di Televisi itu ada rasa yang tidak bisa aku jelaskan. Apa yang terjadi dengan Iqbal?. Mudah-mudahan dia selamat.
Malam itu aku benar-benar tidak bisa tidur. Walaupun sebenarnya rasa lelah sudah begitu mendera tubuh ini namun mata ini begitu susahnya terpejam.Â
Bahkan jam di dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari masih juga belum mampu membuat mataku terpejam.Â
Malam begitu hening dan ketika telpon selulerku berbunyi rasanya aku seperti mendengar suara ledakan bom yang dasyat. Aku semakin terkejut dan berdebar ketika aku tahu yang menelpon itu adalah Aini Mardiyah. Oh Tuhan.
"Hensa..., Mas Iqbal, Mas Iqbal," suara Aini terbata-bata ditengah-tengah tangisnya. Selanjutnya aku hanya bisa mendengar tangisan duka Aini yang sangat menyayat hati.Â
Aku hanya bisa mencoba menghiburnya agar Aini tetap sabar dan ikhlas walaupun aku tahu itu tidak mudah. Memang benar Takdir Tuhan itu tidak bisa terelakkan jika Dia sudah menghendaki.Â