Rupanya rindu yang  tak jelas itu baru terjawab menjadi rindu yang jelas ketika Senin sore itu kembali Aini menemaniku menyelesaikan pekerjaan penelitianku di laboratorium dengan membantu analisa vitamin. Entah mengapa hari itu aku begitu bahagia melihat Aini. Kecantikan gadis ini memang membuat hati ini menjadi tentram.
Namun faktanya gadis itu memang bukan jodohku seperti halnya Erika. Aini sudah menerima khitbah Iqbal. Saat ini fokus menyelesaikan studiku menjadi prioritasku.Â
Sisihkan saja dulu masa lalu atau keinginan dan harapan baru kepada seseorang. Apalagi Aini sudah menerima khitbah dari Mohammad Iqbal, seorang lelaki baik yang setara dengan gadis seperti Aini.Â
Iqbal adalah seorang pria baik, ramah dan penuh tanggung jawab. Seorang mahasiswa fakultas kedokteran sebuah Perguruan Tinggi Negeri terkenal. Saat ini Iqbal sedang menempuh program internship atau magang dokter baru di sebuah kabupaten daerah terpencil Nusa Tenggara Timur.
"Saat acara khitbah itu, Mas Iqbal esoknya sudah kembali menyelesaikan program magangnya di NTT," kata Aini suatu hari ketika aku berbincang dengannya saat di laboratorium.
"Aini, Iqbal magangnya di daerah terpencil ya?"
"Untuk menuju ke sana harus menggunakan kapal kecil dari ibu kota provinsi!"
"Wah mengarungi laut harus melihat kondisi cuaca ya!"
"Iya padahal di perairan sana sering terjadi badai!"kata Aini penuh rasa khawatir.
Hanya tinggal sebulan lagi program itu bisa dirampungkan. Aku tidak tahu dimana dan kapan mereka saling mengenal. Aini dan Iqbal merupakan pasangan yang sangat ideal. Aku suka melihat mereka bersanding penuh dengan rasa bahagia. Pasangan yang harmonis.
Aku sendiri mencoba menawarkan apa saja yang bisa aku bantu dalam persiapan pernikahan Aini Mardiyah.