"Aini, aku siap menerima tugas apa saja untuk sukses acara pernikahanmu dengan Iqbal!" kataku. Mendengar ucapanku, Aini hanya tertawa.
"Lho kok kamu tertawa. Bener nih aku siap membantumu dalam persiapan sebulan ini!" kataku berusaha meyakinkan Aini.
"Iya Hensa, aku berterima kasih atas kesedianmu. Semua persiapan sudah aku serahkan kepada Wedding Organizer. Kamu siap saja nanti datang pada akad nikah dan resepsi!" kata Aini penuh dengan rasa bahagia. Ya aku melihat wajah Aini begitu bahagia menghadapi pernikahannya. Berbahagialah Aini.
"Atau aku jadi pendamping mempelai wanita ?" kataku bercanda.Â
Kembali Aini tertawa renyah. Tawa kebahagiaan bagi seorang gadis yang sedang menghadapi hari yang paling ditunggu dalam hidupnya.
"Hensa menjadi tamuku saja dan kutunggu ucapan dan doa yang tulus agar aku dan Iqbal bahagia sampai lanjut usia!" suara Aini kali ini penuh dengan keharuan. Aku memandangnya tak berkedip.
"Aku jadi teringat Erika," kata Aini pendek namun bagiku nama itu sudah merupakan kalimat yang panjang sama dengan masa masa panjang bersama Erika. Aku juga heran kenapa Aini jadi teringat Erika.
"Kenapa kamu jadi teringat Erika?"
"Iya aku selalu berharap kamu bersama Erika berbahagia seperti yang aku rasakan saat ini. Maafkan aku Hensa!" suara Aini pelan. Aku sejenak terdiam namun segera harus mengakhiri suasana tidaknyaman ini.
"Ah sudahlah Aini. Sekarang ini kita harus bersyukur bahwa hari pernikahanmu dengan Iqbal tinggal menghitung pekan saja..ya tinggal sebulan lagi!" kataku dengan nada gembira. Berhasil, kulihat Aini kembali tersenyum.
"Aku baru ingat malam ini harus menyelesaikan daftar nama-nama untuk undangan agar besok sudah bisa tahu jumlahnya sebelum ke percetakan."