Mohon tunggu...
henri yokom
henri yokom Mohon Tunggu... Konsultan -

Kelahiran Semarang , menyelesaikan masa pendidikan hingga SMA di Jakarta Utara. Lalu melanjutkan jenjang pendidikan di D3 Teknik Sipil Universitas Semarang Tahun 1996-1999. Di Tahun 2007-2009 baru melanjutkan di S1 teknik Sipil Mercubuana Jakarta . Dan menempuh jalur keahlian sebagai QS di School off Quantity Survey jakarta (SQS) bekerja sama dengan Universitas MARA Malaysia. sekarang menempuh progam Magister Hukum di Universitas Jayabaya Jakarta Pengalaman bekerja pernah di berbagai macam perusahaan di konsultan , kontraktor lokal , kontraktor internasional, Developer , perhotelan dan Building Managemet Pengalaman di bidang kontrak Kontruksi, Hukum Kontruksi , Manajemen Kontruksi dan Quantity Surveyor. dan sekarang merambah di dalam pengelolaan juga yaitu Building Management. Bergabung dengan teman-teman advocate jakarta untuk memberikan bantuan hukum bagi konsumen dan kontraktor mengenai hukum-hukum kontruksi di indonesia dan claim kontruksi. sekarang menulis di web www.henriyokom.com www.galerimaria.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pembangunan Perumahan Merusak Lingkungan

4 Januari 2016   09:42 Diperbarui: 5 Januari 2016   08:39 3329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasilnya progam pemerintah tidak akan mencapai sasaran hanya memindahkan lingkungan kumuh lama ke tempat lingkungan kumuh baru dimana lokasi tersebut hanya menjadi beban bagi pemerintah daerah di dalam pengelolaan sampahnya. Jika di perhatikan tempat pembuangan sampah hanya menjadi tempat pengerusakan lingkungan yang paling besar dimana limbah tersebut akan menyerap ke tanah dan mencemari air tanah yang nantinya pun akan di pompa dan di gunakan oleh penduduk kembali sebagai air bersih.

  Pemanfaatan lahan yang lebih efektif dengan Pembangunan Rumah Susun

Menurut penulis pemerintah harus lebih jeli untuk meneliti kajian-kajian kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan/pengalihan fungsi lahan. Sebagai bahan pertimbangan menurut badan statistik nasional (2004) sebanyak 18.000 ha lahan pertanian menjadi perumahan[4]. Oleh sebab itu pengurangan lahan pertanian akibat dari perubahan fungsi lahan menjadi perumahan akan berdampak panjang yang mengakibatkan berkurangnya hasil beras. Dampak panjang tersebut membuat indonesia yang tadinya adalah negara peng-export beras berubah menjadi negara pengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Mungkin cara yang terbaik bagi pemerintah adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakatnya sesuai dengan kebijakan pemerintah bukan dengan menciptakan landed hause ( Rumah tapak/perumahan) melainkan dengan membuat rumah susun hak milik (rusunami). Pemanfaatan lahan di dalam rusunami lebih sedikit dibandingkan pemanfaatan lahan untuk rumah tinggal. Di dalam membangun 1.990.158 unit rumah tinggal kalau dalam bentuk landed hause membutuhkan pembukaan lahan sebesar 200 km2 . Tetapi jika dibuat dalam bentuk Rumah Susun Hak milik (Rusunami) hanya membutuhkan 1/10 dari lahan yang di gunakan untuk landed house yaitu sebesar 20 km2 saja. Artinya sekitar 180 km2   lahan penyerapan air hujan dapat diselamatkan dan di gunakan untuk penghijauan.

Menyimak bahwa perjanjian uang karbon ( carbon trade) bahwa di dalam setiap ton karbon di hargai 4 USD [5] maka 1 ha bisa menghasilkan sekitar 750 USD[6].

 

            Maka nilai carbon trade di pulau jawa sekitar USD 2.28 Milyar  atau sekitar 31 Trilyun Rupiah. Nilai yang cukup besar jika di gunakan untuk  pengembalian fungsi lahan perumahan menjadi lahan resapan air hujan. Untuk membangun sekitar 20 km hunian Rumah susun sederhana di perlukan biaya sebesar 300 milyar saja jika diamsumsikan biaya pembangunan pe meter persegi sebesar 15 juta rupiah. Artinya masih banyak dana carbon trade yang tersisa bisa di gunakan untuk membeli 180 km lahan yang tadinya disiapkan untuk landed house menjadi hutan tanaman produksi atau kembalikan fungsinya menjadi lahan pertanian.

            Penulis mencoba membayangkan andaikata di setiap perkotaan yang padat penduduknya dimana harga tanah sebesar 1 juta permeter persegi dengan uang senilai 31 trilyun rupiah pemerintah bisa membeli 3100 ha  lahan di perkotaan untuk dijadikan ruang terbuka hijau setiap tahunnya. Sementara pemilik lahan sebelumnya/ penghuni landed house bisa di pindahkan  ke rusun yang dikelola oleh pemerintah. Hingga akhirnya dalam jangka waktu tertentu perkampungan perkampungan kumuh yang padat hunian bisa menjadi hunian rumah susun yang tertata rapi dan asri . Dengan hilangnya daerah perkampungan kumuh yang padat menjadi daerah terbuka hijau memberikan banyak keuntungan secara ekologis dan finansial bagi masyarakat di daerah tersebut. Beberapa keuntungan tersebut akan penulis jabarkan secara detail diantaranya adalah:

  1. Kembalinya daerah resapan air hujan yang lebih luas sehingga debit air tanah akan kembali normal. Jika kondisi air tanah kembali normal maka banjir dan kekeringan akan terhindar, pemerintah tidak perlu membuat situ (penampungan air hujan ) untuk cadangan air di musim kemarau. Karena lahan pertanian dan perkebunan akan tumbuh subur dengan sendirinya, dimana seperti kata lagu di era 70 an dimana tongkat kayu bisa menjadi tanaman.
  2. Dengan bertambahnya daerah resapan air hujan artinya itrusi air laut akan berkurang dan mengembalikan fungsi daerah aliran sungai (DAS) sebagaimana mestinya. Lahan menjadi lebih subur karena air laut tidak membunuh cacing yang berada di tanah akibat itrusi air laut tersebut.
  3. Lingkungan menjadi lebih asri dan subur karena akan banyak tanaman dan pepohonan yang memberikan udara segar khususnya Oksigen (O2) yang bisa mengembuat wajah kota menjadi teduh dan indah.
  4. Bertambahnya nilai carbon trade karena bertambahnya lahan hutan hijau sebesar 180 ha menambah nilai pemasukan negara manjadi USD 135.000 atau 1.8 milyar
  5. Akan banyak dibangunnya taman kota yang menjadi tempat rekreasi warga kota tersebut dengan adanya pembebasan lahan perumahan dan di pindahkan ke rumah susun. Tanah yang terbeli bisa dimanfaatkan ebagai taman kota. Sehingga wajah kota menjadi lebih tertata indah dan rapi.

 

  • Pemanfaatan air bersih lebih efisien

Dengan adanya hunian berupa rumah susun pemanfaatan air bersih menjadi lebih efisen karena untuk pengambilan air bersih warga tidak secara sporadis membuat sumur bor langsung mengambil air tanah. Yang membuat persediaan air tanah semakin hari semakin berkurang. Supaya warga tidak melakukan penghisapan air tanah, pemda harus lebih dahulu menyiapkan jalur distribusi air bersih dari rumah-ke rumah yang memakan banyak biaya dan waktu untuk pemasangannya.  Tetapi jika di rumah susun Pemda hanya menyiapkan satu jalur distribusi air ke rumah susun tersebut, sementara distribusi ke masing-masing unit di siapkan oleh pengelola rumah susun.

Di dalam pengambilan air bersih pengola rumah susun bisa mendapatkan air bersih dari 2 sumber yaitu dari PDAM yang di kelola oleh pemda, dan dari tangkapan air hujan yang memang disiapkan saat pembangunan rumah susun tersebut. Sehingga pada musim penghujan area rumah susun tersebut bisa meminimalisir aliran atas dengan menampung air hujan tersebut di Ground Water Tank (GWT), sebagai cadangan di musim kemarau.

Di dalam GWT air yang ditampung di campur dengan air PDAM dan selanjutnya bisa di oleh menjadi air layak minum dengan beberapa sistem penyaringan yang di sediakan oleh pengelola di dalam GWT. Dengan sistem swakelola yang di miliki oleh rumah susun maka Sumber Daya Air (SDA) dapat terjaga kelestariannya khususnya untuk air tanah dan air sungai.

  • Pengelolaan limbah cair rumah tangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun