Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Merdeka Besok Saja

7 Agustus 2023   11:26 Diperbarui: 21 Desember 2024   07:35 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Letnan! Dengarkan aku! Arah pistolmu salah!"
Tiba-tiba muncul suara lirih.
"Masuk air sedalam-dalamnya."
"APA KAU TULI LETNAN!" semakin geram saja Kapten kepada Letnannya itu.
"Aku tidak tuli KAPTEEN!" balas teriak Letnan De Yong sembari membalikkan badan dan arah pistol.
DOR ... DOOR ...

Dua peluru bersarang di jantung Kapten Van der Hok. Tahu kejadian itu Letnan De Berg sontak meraih pistol dan mengokang ke arah Letnan De Yong.

JLUUBBB ...
Belum sempat pelatuk ditarik, Letnan De Berg bersimpuh. Jantungnya terkena lemparan keris kecil milik Ki Oemar.

Jebur ... Jebuuuurrr ...

Ki Oemar masuk ke sungai lebih dulu, kemudian disusul Said dan Amir. Suasana kacau. Pasukan kumpeni bingung, kapten terbunuh. Begitu juga Letnan De Berg. Tanpa pikir panjang para pasukan memberondong Letnan De Yong dengan senapan.

Melihat kejadian itu, Ruslan dan para pasukan mundur pelan-pelan. Mereka seperti menyaksikan perang saudara.

***
"Sedang Tuan Wiro waktu itu di mana?" tanya Kapten De van Dirk dingin."Ee ... Saya segera tembak Mbok Ngatiyem dan Burhan. Saya rasa mereka membocorkan strategi dari Kapten Van der Hok," jawabnya penuh percaya.
"Jadi, Tuan Wiro, bunuh istri dan anaknya sendiri?" tanya Kapten De van Dirk tenang.
"Begitulah Tuan Kapten. Harga yang pantas untuk sebuah penghianatan," jawab Centeng Wiro dengan bangga.
"Saya dengar. Tuan Wiro berpisah karena ketahuan di dalam kamar bersama wanita lain. Betul itu?" tanya Kapten lagi sembari mengusap-usap pistol.
"I ... iya ... Tuan Kapten. Tapi, saya kan centeng," jawabnya sambil cengengesan.

DOR ...

Satu peluru bersarang di dada kanan Centeng Wiro.
"S ... sa ... s ... salah saya apa Tuan?" tanya Centeng Wiro serak-serak.
"Harga yang pantas untuk seorang penghianat," jawabnya sambil meniup asap mesiu.
"Sa ... Sa ... Saya su-sudah meng-meng-abdi la-lama untuk Hindia Belanda, Tuan."
"Terlalu banyak penghianat. Mana bisa aku percaya begitu saja pada orang yang tega menghianati keluarga," ujar Kapten dingin.
"Ta-ta-tapi Kapten..." tukas Centeng Wiro semakin lemas dan mulai kehabisan darah.

DOR ... DOR ... Tepat di jantung.

Kapten De van Dirk masih duduk di depan mayat Centeng Wiro yang juga terduduk bersimbah darah. Kemudian menaruh pistol di meja. Lalu meraih lagi kertas lusuh hampir terbakar yang bertulis jelas 'Merdeka Besok Saja'. Masih dibacanya berulang-ulang. Kertas itu penyebab mala petaka perang saudara. Kapten Van der Hok terlalu ceroboh. Dan hal ini tak akan pernah terjadi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun