"Aku akan menyerahkan diri. Mereka hanya menginginkan aku," ujarnya tenang.
Suasana mendadak berisik.
"Jangan konyol Ki," tukas Ruslan cepat.
"Keputusan sudah matang. Ikut saja arahanku. Kumpeni itu yang akan membunuh kaptennya sendiri." Balas Ki Oemar yakin.
"Bagaimana mungkin di saat seperti ini kau masih percaya kumpeni itu. Penjajah tetaplah penjajah!" ujar Ruslan keberatan.
"Jika tidak lagi ada yang bisa kupercaya dari pihak lawan. Aku mundur dari perjuangan ini. Aku sudah lelah, capek, aku bisa pergi sekarang menghabiskan masa tua bersama keluarga di tempat terpencil," kata Ki Oemar pasrah.
"Ki ... Bukan itu maksudku. Kami semua percaya padamu Ki," balas Ruslan bersimpuh.
"Tuan-tuanku. Jangan buang-buang waktu. Sekali merdeka tetap merdeka!" teriak para hadirin membangkitkan semangat.
Sontak Ruslan terkejut, semangatnya tumbuh. Ki Oemar bangkit dari duduk. Berdiri tegap. Sorot matanya penuh yakin.
"RUSLANNN! Siapkan pasukan. Kumpulkan mereka di beberapa titik. Keselamatanku ada di tangan kalian," teriak Ki Oemar memberi arahan.
Tak menunggu waktu lama, mereka pun beranjak. Menuju tepi sungai. Tempat di mana Ki Oemar menyerahkan diri.
"Merdeka! Merdekaa! Merdekaaa!" teriak para pasukan Ki Oemar.
***
Kapten Van der Hok sudah di tepi sungai. Di kanannya ada Letnan De Berg. Para pasukan jongkok membentuk benteng dan siap menembak. Sedang Letnan De Yong di atas perahu bambu bersama tawanan Said dan Amir.
Ki Oemar sudah pula di atas perahu tapi hanya seorang diri, tanpa ada senjata api yang melekat kecuali hanya keris kecil di pergelangan tangan yang tertutup kain serba putih.
Saat perahu mereka bertemu pas di tengah-tengah sungai. Di saat itu pertukaran berlangsung.
"Mati kau Tuan Oemar. Kenapa harus menunggu dan mengorbankan dua anak buahmu," teriak Kapten Van der Hok sembari terbahak-bahak puas. Apa yang dicita-citakan terwujud.
Ki Oemar hanya tersenyum manis mendengar itu. Tidak membalas kata apa pun.
Sesaat suara derik bambu kriek, kriek, terdengar nyaring, menandakan perahu mulai berjalan.
Letnan De Yong mengacungkan pistol.
"Angkat tanganmu Tuan Oemar," perintah Letnan De Yong.
Ki Oemar ikut apa yang diperintahkan. Perahu semakin dekat sekitar jarak tujuh meter.
"Kalian berdua cepat jongkok!" bentak Letnan De Yong kepada Said dan Amir sembari mengacungkan pistol.
Perahu sudah sangat dekat berjarak dua meter. Letnan De Yong mengubah arah pistol ke arah Ki Oemar. Sontak Kapten Van der Hok terkejut.
"Letnan De Yong. Jangan kau lakukan. Itu bagianku," teriak Kapten getir-getir.
Tapi letnan seperti tidak mendengar teriakan kapten. Dia malah mengokang pistol. Mendengar suara itu Kapten menuju bibir sungai.
"Letnan. Aku perintahkan padamu. Arahkan pistol kepada dua tawanan di depanmu!"
Wajah letnan semakin terlihat bengis. Tidak sabar lagi ingin mengeksekusi Tuan Oemar.