"Tak ada gunanya menghayal berlama-lama sampai lupa hidup, ingat itu. Nah, sekarang bagaimana kalau kita segera menyiapkan sarapan dan melanjutkan panen jagung sambil menikmati sinar matahari pagi yang baik untuk kulit kita." Kata Ki Kebomas.
Dewandaru bangkit. "Siiaaap, Kakekku tersayang. Laskanakan." Ki Kebomas melongo mendengarnya. Dan kemudian membetulkan. "Laksanakan. Cucuku," katanya lagi dengan tersenyum-senyum.
Dengan langkah tenang Dewandaru mulai menjemput satu persatu hidangan sarapan. Diletakkan di tikar samak yang baru saja digelar Ki Kebomas. "Nggak pakai kesaktian?" tanya kakeknya singkat. "Nggak-nggak. Aku butuh keringat Kek." Jawab Dewandaru dengan semangat.
Wajah Ki Kebomas benar-benar semringah. Usai sudah pelajaran kedua. Hatinya sangat bahagia seperti dipenuhi wangi bunga-bunga. Tak lama, mereka berdua, larut menikmati hidangan sarapan pagi.
Cerpen Dewandaru
6. Pelajaran Kedua, Tanpa Mantra
Senin, 30 Mei 2022
Henri Koreyanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H