Ooo, jadi kamu seolah lupa, darimana kamu harus mengawalinya. Bukankah selama satu dekade itu kamu lakukan pekerjaan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupmu. Dan selama itu pula aku tak pernah mendengarmu mengeluh sebegitu hebatnya seperti hari ini. Jadi sekarang kamu lupa begitu untuk mengawalinya!
Bukan itu kawan, bukan itu maksudku.
Apa, hayo, apa lagi alasan yang akan kamu ungkapkan, hah!
Begini... Eee,
Begini apa, bertele-tele saja. Sudahlah, bukankah kamu pengagum sosok Charlie Chaplin. Apakah ada keharusan bahwa gerakan pantomim memerlukan awalan teknik khusus!
Sebenarnya aku tak pernah mengetahui sepenuhnya, akan tetapi aku selalu melakukan gerakan itu sesuai dengan tema apa yang akan kupertunjukan di khalayak umum. Hanya itu saja.
Ya sudah, lakukan apa katamu tadi itu. Begitu aja kok repot. Dasar!
Hmm, oke-oke. (Aku pun menarik napas dan dalam,) Makasi ya sudah mengingatkan. Kamu memang kawan yang... ...Â
... ... ... Lo, mana. Mana kawanku tadi. Eh, jangan pergi dulu. La kok enak kamu, main pergi saja tanpa pamit. Kawan macam apa itu!
Cerpen: "Bukan Monolog" #2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H