"Besok pesawatku tiba sekitar jam 11 malam. Jadi, mungkin sampai di rumah hampir tengah malam, tergantung antrean di imigrasi dan berapa lama bagasi keluar." Faik berkata pada istrinya dari seberang telepon.
"Safe flight, Sayang. Sampai besok, ya. Hati-hati." Lisa menyahut.
"Thank you, Darling. Kamu nggak perlu nunggu aku, kalau ngantuk tidur saja ya." Ujar Faik sebelum mengucap salam dan menutup telepon. Â
Pasangan ini baru dua tahun membina rumah tangga. Faik, pria yang berasal dari Turki ini terpaksa harus sering meninggalkan Lisa sendirian. Beberapa bulan sekali Faik akan berkunjung ke Indonesia atau sebaliknya. Sementara ini hubungan jarak jauh harus terjadi, sama seperti saat mereka berpacaran.Â
Lisa belum mau ikut untuk menetap di negeri asal suaminya. Bukan apa-apa, Lisa memikirkan mamanya yang sakit parah dan sekarang menjadi pasien di hospice care. Siap atau tidak siap, dia harus menguatkan diri untuk bisa menerima keadaan. Lisa ingin menikmati masa-masa yang mungkin sangat singkat ini bersama mamanya.
Faik sangat mengerti dengan situasi yang dihadapi istrinya. Apa lagi istrinya adalah anak tunggal. Siapa yang harus mengurus ibu mertuanya kalau buka istrinya, begitu pikir Faik. Lisa pasti merasa kesepian karena anak yang mereka harapkan belum juga hadir.Â
* * *
Tengah hari setelah membesuk mamanya, Lisa mampir ke supermarket di seberang hospice. Dia ingin menyiapkan rendang sapi, makanan kesukaan suaminya. Faik bisa makan berkali-kali dengan lauk ini. Kata Faik, awalnya dia mengalami diare setelah menyantap rendang karena tidak tahan dengan tingkat kepedasan masakan khas Sumatra Barat itu.
Lisa bisa memasak masakan kesukaan suaminya dengan baik dan menyesuaikan dengan kemampuan lidah suaminya. Sejak mencicipi rendang buatan istrinya, Faik tidak lagi menemukan rendang sapi yang lebih enak. Satu lagi, dia tidak pernah lagi diare setelah menyantap rendang sapi.
"Ah, gombal itu." Lisa menimpali ucapan suaminya waktu itu. Namun, sebetulnya Lisa merasa bahagia mendengarnya.
Lisa tersenyum sendiri di dapur ketika menyiapkan makanan, teringat perkataan suaminya. Tidak sabar rasanya menunggu belahan jiwanya datang malam ini. Ini adalah waktu terlama mereka tidak bertemu sejak menikah, hampir 4 bulan lamanya. Faik harus melakukan perjalanan tugas ke salah satu negara di Eropa Timur.
* * *
Jam di kamar menunjukkan pukul 21. Masih beberapa jam lagi Faik tiba di rumah. Lisa belum merasa ngantuk sama sekali, lagi pula suaminya tidak lama lagi akan pulang. Lisa memutuskan untuk menonton film dari laptopnya sambil menunggu suaminya.
Di luar terdengar tetes hujan mengetuk-ketuk atap rumah. Sudah beberapa minggu tidak turun hujan. Meskipun tidak deras, tetapi lumayan membasahi tanah dan tanaman yang kekurangan air. Suara lolongan anjing terdengar dari kejauhan. Mungkin sedang berkomunikasi dengan sesama hewan.
Lima belas menit film berjalan, Lisa mendengar pintu rumah dibuka dan suara Faik mengucap salam.Â
Bergegas Lisa berlari keluar kamar dan melihat suaminya berdiri di ruang tamu, menghampiri dan memeluknya.Â
"Kejutan." Faik berbisik dan memberikan ciuman.
"Ya, kejutan yang menyenangkan." Lisa berkata lirih.
"Sudah makan belum, Sayang?" Lisa bertanya.
"Sengaja aku tidak makan karena tau kamu pasti membuat masakan kesukaanku." Faik menjawab. Lalu beranjak mengambil seikat melati di atas kopernya.
"Ini untukmu, istriku." Faik memberikan seiikat kembang warna putih. Harum melati tercium di seluruh ruangan.Â
Faik merangkul bahu istrinya dan mereka berjalan menuju dapur.
Sementara istrinya memanaskan masakan dan menyiapkan piring, Faik mengambil vas bunga kaca bening berbentuk oval dari rak di sudut dapur. Lalu memindahkan seikat melati ke dalam vas bunga dan mengisi air setinggi  dua pertiga vas.
Meja makan terlihat indah dihiasi vas bunga berisi seikat melati. Lisa tersenyum bahagia. Faik melemparkan lirikan menggoda sambil  menikmati makanannya.
"Aku mandi dulu ya." Faik mengecup kening istrinya, kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Lisa merebahkan diri di tempat tidur dan menunggu suaminya selesai. Rasa kantuk yang hebat tidak bisa ditahannya. Lisa pulas.
* * *
"Teruskan saja tidurmu, Darling." Faik berbisik.
Lisa terbangun dan mendapati suaminya sedang mencium keningnya. Matanya melirik jam di meja samping tempat tidur, pukul 3.13 dinihari. Lisa mengucek matanya, memastikan penglihatannya.
Faik duduk di pinggir tempat tidur melihat Lisa yang sedikit kebingungan. Sweter biru dongker masih dipakainya. Lisa tau betul, Faik suka menggunakan sweter ini jika terbang sebagai penghangat badan saat berada di pesawat yang selalu dingin.
Sweter kesayangan suaminya karena ini adalah hadiah yang diberikan Lisa saat mereka baru saja meresmikan hubungan mereka sebagai pacar.
"Maaf, aku membangunkanmu. Pesawat tertunda beberapa jam tadi, makanya aku telat sampe rumah." Faik memeluk Lisa yang sekarang duduk di sampingnya
"Sayang, kamu sudah makan?" Terbata-bata Lisa bertanya. Tergesa dia berdiri menuju dapur. Tiba-tiba dia merasa sangat haus. Diambilnya segelas air dari dispenser dan segera mengosongkan gelasnya.
"Sudah tadi di pesawat. Wangi sekali bunga ini. Kamu beli bunga ini?" Faik berujar sambil memandang vas bunga berisi seikat melati di atas meja dapur. Â
Lisa memandang suaminya. Senyum tipis tersungging di bibirnya, senyuman kecut penuh tanya. Tak ingin menunggu lama, dia buka mesin cuci piring. Terlihat satu piring makan, dua mangkuk, satu gelas, sendok garpu yang tadi dipakai suaminya.
Suaminya? Faik baru saja kembali. Jadi tadi siapa yang dia temani makan dan membawa seikat melati?Â
Wajah Lisa pucat pasi.
"Darling, kamu sakit?" Faik berkata dengan nada khawatir dan memeluk istrinya. Â
* * *
Hennie Triana Oberst
Germany, 08.07.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H