Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berharap Umurku Secukupnya Saja

11 September 2018   19:33 Diperbarui: 29 Januari 2019   20:00 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sedikit orang memandang dirinya "bersih" dengan mengukur itu dari kesetiaan beribadah, memberi sedekah atau berbagi berkat, berdoa, membaca Kitab Suci, dan hal-hal yang bersifat kesalehan lahiriah semata.

Padahal dosa itu ada di hati, di pikiran, di perkataan, di perilaku, di perbuatan, di sifat, di tabiat, di kesukaan, di kesenangan, dsb. Amati hidup kita sehari-hari. Seperti apa kita.

Di situ akan terlihat, apakah kesetiaan beribadah memberi hasil signifikan terhadap perubahan pola pikir kita, tata kata kita, cara hidup kita, sifat, kebiasaan, dsb. 

Contohnya. Ada orang yang setiap Ibadah Minggu hadir di gereja, tetapi mulutnya yang suka memaki, tidak berubah. Saya kerap berkata, kalau ada orangtua yang memaki anaknya dengan berkata: "Anjing kamu!", itu berarti orangtuanya lebih dahulu "anjing". Karena, hanya anjing yang melahirkan anjing.

Saking terbiasanya, itu tidak lagi dipandang dosa. Apalagi bila itu umum dilakukan oleh orang banyak. Seperti ada suatu daerah, anak bayi umur belum saja setahun sudah pandai memaki. Karena apa? Tiap hari itu yang didengarnya dari orangtuanya.

Contoh lain. Suara dari seberang telepon: "Halo ... sudah di mana?". Jawab: "Oh, sudah di jalan. Macet nih.". Padahal, mandi pun belum. Itu sudah berbohong.

Lagi, "Saya kemarin telepon tidak diangkat-angkat.". "Oh, iya, maaf, kemarin saya sibuk sekali.". Padahal, tahu dia menelpon, tapi malas angkat. Dilihat-lihat saja. Itu pun sudah berbohong. 

Berapa banyak kali sudah hal seperti ini kita lakukan? Urusannya terlihat kecil, bukan? Apakah hal ini disadari? Umumnya, tidak. Belum lagi hati yang iri, benci, dendam. Belum lagi kesombongan. Banyak. Hal-hal yang tidak kita sadari, yang kita anggap biasa, padahal sudah dosa.

Karena merasa tidak melakukan dosa yang terlihat besar, maka memandang diri : "I am clean".  Oleh karena itu tidak heran orang dengan mudah sekali menghakimi seseorang yang kedapatan melakukan dosa.

Hal itu bisa kita lihat pada komentar para deterjen medsos. Mereka merepresentasikan kehebatan manusia menghakimi sebuah dosa.

Akan tetapi, seperti yang pernah saya tulis, batu 1 kg dan kapas 1 kg sama-sama 1 kg. Kita menyebut dosa orang lain adalah batu 1 kg, tapi kita tidak sadar bahwa dosa kecil-kecil yang dilihat ringan-ringan saja beratnya juga sudah 1 kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun