Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengampuni "Pembunuh" Ayah Saya | 2

25 Juli 2018   23:49 Diperbarui: 27 Januari 2019   02:02 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman ini saya tulis pada artikel Begini Rasanya Roh Dicabut dari Raga. Akan tetapi, ketika itu saya belum tahu itu. Saya hanya meyakini, bahwa papi tahu saya ada.

Ada tanda yang papi berikan, yang kami artikan sebagai pesan papi kepada kami. Ketika saya mengajak papi menyanyi lagu kesukaannya, “Bersyukur kepada Tuhan”, tiba-tiba kaki papi bergerak dengan gerakan seirama beat lagu itu dari awal hingga lagu itu selesai seolah ia ikut bernyanyi bersama kami.

Kami menangkap pesan di situ, bahwa kami harus tetap bersyukur kepada TuhanItulah pesan terakhir papi kepada kami.

Jumat 3 Juni 2005, mulai kira-kira jam 3 dini hari, tubuh papi menunjukkan tanda-tanda telah tiada. Namun, kami memutuskan untuk tetap menunggu sampai mesin-mesin itu benar-benar tak berbunyi lagi.

Pukul 06:30 Wita semua pun berhenti.

I love you, Papi, miss you so much :-'(

Salam. HEP.-

Bersambung ke Bagian 3 : Supir Itu Meminta Maaf.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun