Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengampuni "Pembunuh" Ayah Saya | 2

25 Juli 2018   23:49 Diperbarui: 27 Januari 2019   02:02 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, kepastian diperoleh. Pilot dan tim medis maskapai penerbangan memastikan bahwa papi tidak dapat diterbangkan walau dengan tanpa tabung oksigen.

Mungkin sangat beresiko bagi papi tanpa oksigen selama 45 menit di udara dengan kondisinya saat itu walaupun di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar ambulans untuk papi telah menunggu di landasan pesawat. Pilot tetap pada keputusannya.

Setelah mendapat kepastian itu. Saya pun segera menyiapkan diri melanjutkan terbang ke Kendari, walaupun lagi-lagi saya harus menunggu penerbangan malam sebab hanya itu tiket yang tersedia.

Menangis Selagi Masih Hidup

Dini hari, Kamis 1 Juni, kurang lebih pukul 02.00 Wita, pesawat yang saya tumpangi tiba di Kendari. Keluarga sudah menunggu saya dan kami langsung menuju RS.

Tepat di depan pintu ruang ICCU yang sudah dibukakan untuk saya, tampak tubuh papi terbaring tak sadarkan diri dengan banyak alat medis ICCU di sekujur tubuhnya.

Hati saya seperti tersayat ribuan silet tajam. Tak sanggup melihatnya seperti itu. Bunyi mesin alat-alat yang menempel di tubuh papi menjadi seperti ribuan jarum menusuk hati saya. "Papiiiiiiiii ...", teriak saya histeris sambil hendak lari memeluknya.

Akan tetapi, keluarga menahan tubuh saya. Tidak boleh dalam kondisi seperti itu di ruang ICCU. Saya harus tenang dulu.

Keras seorang saudara menegur, “Hei! Tidak boleh menangis. Papi masih hidup!”. Saya menjawab, “Justru karena papi masih hidup, saya menangis. Kalau papi sudah tidak ada, untuk apa saya menangis lagi?!”.

Ya. Menangislah pada saat orangnya masih hidup sebab mungkin air mata itu bisa meluluhkan hati Allah untuk belum memanggil ia pulang. Menangislah pada saat orangnya masih hidup untuk menyadari semua salah diri sehingga waktu untuk berbenah masih ada. Sebab, bila ia telah tiada, air mata itu sama sekali tidak ada gunanya lagi!

Selamat Jalan Papi

Hati saya hancur. Papi dekat sekali dengan saya. Tidak ada satu kata pun yang bisa membahasakan apa yang saya rasakan saat itu. Namun, saya tidak boleh menangis di depan papi! Saya harus segera masuk. Papi pasti sedang menunggu saya :-‘[.

Dari pengalaman pernah merasakan bagaimana roh saya dicabut dari raga saya, baru sesudah itu saya tahu, sebenarnya papi sedang melihat saya saat itu walau matanya tertutup dan tubuhnya terbaring koma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun