Pengalaman ini saya tulis pada artikel Begini Rasanya Roh Dicabut dari Raga. Akan tetapi, ketika itu saya belum tahu itu. Saya hanya meyakini, bahwa papi tahu saya ada.
Ada tanda yang papi berikan, yang kami artikan sebagai pesan papi kepada kami. Ketika saya mengajak papi menyanyi lagu kesukaannya, “Bersyukur kepada Tuhan”, tiba-tiba kaki papi bergerak dengan gerakan seirama beat lagu itu dari awal hingga lagu itu selesai seolah ia ikut bernyanyi bersama kami.
Kami menangkap pesan di situ, bahwa kami harus tetap bersyukur kepada Tuhan. Itulah pesan terakhir papi kepada kami.
Jumat 3 Juni 2005, mulai kira-kira jam 3 dini hari, tubuh papi menunjukkan tanda-tanda telah tiada. Namun, kami memutuskan untuk tetap menunggu sampai mesin-mesin itu benar-benar tak berbunyi lagi.
Pukul 06:30 Wita semua pun berhenti.
I love you, Papi, miss you so much :-'(
Salam. HEP.-
Bersambung ke Bagian 3 : Supir Itu Meminta Maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H