Mohon tunggu...
Hendrin Agus Franciscus Hia
Hendrin Agus Franciscus Hia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Sebagai Dasar Hukum Tertulis, Konvensi dan Sistem Pemerintahan Negara Hukum

9 Mei 2024   21:50 Diperbarui: 9 Mei 2024   21:50 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. PENDAHULUAN

Setiap negara yang ada di dunia mempunyai konstitusi, hal ini dikarenakan konstitusi merupakan salah satu dari syarat penting dalam membangun dan berdirinya sebuah negara yang merdeka. Konstitusi dan Negara adalah dua entitas yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan antara satu sama lainnya. Konstitusi mencerminkan kesepakatan sosial dan politik yang menjadi landasan bagi tatanan kehidupan bersama dalam suatu masyarakat. Kehadiran konstitusi dalam sebuah negara memastikan bahwa hubungan antara pemerintah dan warga negara diatur dengan jelas dan adil. Konstitusi menetapkan hak-hak dan kewajiban yang harus dipegang dan dilaksanakan oleh semua pihak, serta memastikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (Rafiqi, 2022).

Secara a contrario, tanpa adanya konstitusi, negara akan kehilangan kerangka hukum yang kokoh untuk mengatur kehidupan bersama. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran terhadap hak-hak individu. Oleh sebab itu, posisi konstitusi dalam sebuah negara menjadi suatu keniscayaan untuk menjaga kestabilan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem pemerintahan dan kehidupan masyarakatnya (Rafiqi, 2022). Suatu konstitusi dalam negara mengandung aturan atau fondasi pokok yang memiliki sifat fundamental dalam mendirikan suatu bangunan yang besar bernama “Negara”. Sifatnya yang fundamental menjadikan aturan-aturan tersebut harus kokoh, kuat dan tidak boleh berubah-ubah apalagi hanya untuk kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat (Anggyamurni et al,, 2020).

Konstitusi adalah hukum yang paling tinggi dan merupakan hukum dasar dalam sebuah negara, kerangka kerja bagi sistem pemerintahan ditetapkan oleh konstitusi, hak-hak warga negara, serta batasan kekuasaan pemerintah. Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan bentuk konstitusi secara tertulis, secara tidak tertulis disebut dengan Konvensi. Semua peraturan yang berada di bawah konstitusi harus tunduk kepada konstitusi itu sendiri (Adha, 2022). Indonesia merupakan negara yang menganut konsep Supremasi Hukum yaitu hukum berada di atas segalanya, dalam suatu negara hukum dijadikan sebagai keunggulan aturan main atau dapat disebut dengan negara dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (Chrysto dan Raditya, 2022).

Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai transformasi politik, sosial, dan hukum yang memengaruhi pembentukan dan perkembangan konstitusi serta sistem pemerintahan negara hukum. UUD 1945, sebagai konstitusi tertulis, menjadi landasan bagi tatanan hukum Indonesia dengan segala karakteristik dan nilai-nilai dasarnya. Seiring dengan itu, ratifikasi konvensi internasional oleh Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan terhadap hukum nasional, menambah dimensi internasional dalam kerangka hukum negara. Selain itu, perjalanan reformasi pemerintahan pasca-Orde Baru telah menyoroti pentingnya penguatan supremasi hukum, prinsip-prinsip demokrasi, dan perlindungan ham (hak asasi manusia) dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun demikian, tantangan-tantangan kontemporer seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan tantangan dalam menegakkan supremasi hukum tetap menjadi fokus dalam upaya memperkuat konstitusi dan sistem pemerintahan negara hukum di Indonesia (Adha, 2022).

Dalam pembuatan paper ini, penulis memiliki tujuan untuk menyelidiki dan menganalisis peran serta pentingnya konstitusi dalam menjaga sistem pemerintahan yang berdasarkan prinsip negara hukum di Indonesia. Hal ini memiliki tujuan agar mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya konstitusi sebagai landasan hukum negara dan bagaimana konstitusi tersebut terkait dengan prinsip negara hukum dan konvensi internasional dalam konteks Indonesia.

B. PEMBAHASAN

1. Konsep Konstitusi 

Secara sederhana, konstitusi memiliki arti sebagai sesuatu yang harus disediakan dalam persiapan baik sebelum berdirinya suatu negara maupun sesudah berdirinya negara tersebut yang dimana hal tersebut berupa keterangan tentang susunan dan bentu suatu Negara yang bersangkutan. Peraturan-peraturan tertulis, kebiasaan dan konvensi-konvensi ketatanegaraan merupakan cakupan yang ada dalam konstitusi yang menentukan kedudukan dan susunan elemen-elemen negara, mengatur relasi hubungan antar elemen-elemen negara tersebut, dan mengatur elemen-elemen negara tersebut dengan warga negara. Dalam setiap konstitusi, penataan dan pembatasan kekuasaan merupakan salah satu fokus utama. Hal ini karena kekuasaan yang tidak terbatas dapat menjadi sumber penyalahgunaan, tindakan sewenang-wenang, dan pelanggaran terhadap hak-hak individu. Oleh karena itu, penting untuk mengatur kekuasaan agar tidak melampaui batas yang telah ditetapkan dan untuk memastikan bahwa kekuasaan tersebut digunakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan hukum (Gusman, 2019).

Konstitusi memiliki sifat yang dapat bersifat fleksibel atau rigid, tergantung pada mekanisme perubahan yang diatur di dalamnya. Konstitusi yang fleksibel memungkinkan perubahan atau amendemen dilakukan melalui proses yang relatif mudah, mirip dengan proses pembuatan undang-undang biasa. Sebaliknya, konstitusi yang rigid menetapkan prosedur khusus atau mekanisme yang sulit untuk melakukan perubahan. Konstitusi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari segi historis, konstitusi negara muncul sebagai hasil dari perjuangan untuk menegakkan dan melindungi hak-hak dasar manusia yang dianggap fundamental. Konstitusi memberikan landasan hukum yang kuat untuk memastikan bahwa hak-hak tersebut diakui, dihormati, dan diperjuangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Tim Dosen PKN, 2021).

Dari segi sosiologis, konstitusi menjamin hak-hak dasar warga negara, seperti hak atas kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, hak atas keadilan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya. Ini memastikan bahwa setiap individu memiliki kepastian hukum dan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pihak lainnya. Dalam segi politik, konstitusi memainkan peran penting dalam membatasi dan mengendalikan kekuasaan politik. Konstitusi menetapkan pembagian kekuasaan antara cabang-cabang pemerintahan, prinsip checks and balances, serta batasan-batasan kekuasaan yang harus diikuti oleh pemerintah. Ini membantu mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa pemerintah bertindak sesuai dengan kehendak rakyat dan prinsip-prinsip demokrasi (Tim Dosen PKN, 2021).

Dengan demikian, konstitusi menjadi landasan yang kuat bagi tatanan hukum, politik, dan sosial suatu negara, yang menjaga stabilitas, keadilan, dan supremasi hukum dalam kehidupan bersama.

2. Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Hukum Dasar Tertulis

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Hukum Dasar Tertulis adalah landasan hukum tertinggi yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang berlaku saat ini di Indonesia. Konstitusi NKRI sebagai Hukum Dasar Tertulis juga memiliki sifat yang fleksibel, di mana amendemen atau perubahan bisa dilakukan melalui proses yang diatur dalam UU Dasar 1945. Hal ini memiliki kemungkinan konstitusi dalam perkembangan zaman mengalami adaptasi, aspirasi masyarakat, dan kepentingan serta kebutuhan negara. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, konsitusi yang dikenal dari negara hukum ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD 1945 (Afif, 2018).

Sebagai konstitusi di Indonesia , Keberadaaan Undang-Undang Dasar 1945 mengalami sejarah yang amat panjang hingga pada akhirnya diterima oleh seluruh rakyat menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan kenegaraan Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) memulai merancang Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 16 juni 1945 atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai sebutan dalam bahasa jepang yang mempunyai anggota 21 orang. Didapatkan Ir. Soekarno, Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri atas 11 perwakilan dari jawa, dari Sumatera 3 orang dan 1 orang masing-masing perwakilan dari Kalimantan, Maluku, dan sunda kecil (Afif, 2018).

Janji jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan latar belakang awal dari terbentuknya konstitusi negara (Undang-Undang Dasar 1945). Kebutuhan akan konstitusi secara resmi nampaknya sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi apalagi saat kemerdekaatn telah diraih dan harus  segera dirumuskan. Dengan demikian, Indonesia akan terpenuhi menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Sehari setelah ikrar kemerdekaan atau lebih tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) melakukan persidangan untuk pertama kalinya, Piagam Jakarta disahkan lalu menjadi naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 setelah anak kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihilangkan (Afif, 2018).

Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Indonesia telah mengalami empat kali amendemen. Proses amendemen ini tidak hanya didorong oleh faktor-faktor historis, tetapi juga oleh perasaan kebatinan tertentu serta kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Amendemen-amendemen tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa UUD 1945 mampu mengakomodasi kepentingan kedaulatan rakyat Indonesia dan menjadi instrumen yang relevan dan efektif dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap kali terjadi perubahan atau amendemen pada UUD 1945, tujuannya relatif sama. Dengan demikian, melalui proses amendemen, UUD 1945 terus berkembang dan beradaptasi dengan dinamika masyarakat dan tuntutan zaman, sehingga dapat tetap relevan dan efektif dalam menjaga stabilitas, keadilan, dan supremasi hukum di Indonesia (Saidi dan Fatimah, 2023).

Amandemen pertama UUD 1945 pada tahun 1999 menekankan aspek pemisahan kekuasaan, yang sebelumnya dikenal sebagai paradigma pembagian kekuasaan, melalui penetapan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, amandemen keempat pada tahun 2002 memberikan penegasan yang lebih kuat terhadap kedaulatan rakyat dengan membatasi kewenangan presiden terhadap lembaga lain selain eksekutif. Perubahan ini memiliki dampak yang signifikan dalam cita-cita ketatanegaraan Indonesia. Menurut Jimmly, terdapat empat hal pokok yang menjadi dasar perubahan dalam amandemen keempat UUD 1945:

  • Pengukuhan dianutnya cita demokrasi dan kedaulatan hukum atau nomokrasi secara sekaligus dan saling memenuhi dan melengkapi secara komplementer.
  • Kekuasaan yang dipisah dan prinsip checks and balances.
  • Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini sejalan dengan penekanan bahwa UUD 1945 adalah dasar bernegara yang menjadi konstitusi atau hukum paling tinggi dan fundamental bagi seluruh sektor kehidupan bernegara di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika UUD 1945 sering kali diamandemen untuk mengakomodasi perkembangan zaman dan kebutuhan negara. Amandemen keempat UUD 1945 membawa perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan utamanya adalah penegasan karakter presidensil dengan memberi penempatan presiden sebagai figur pilihan rakyat melalui pemilu (pemilihan umum). Namun, pada saat yang sama, presiden juga diberikan kewenangan tertentu yang diatur dalam amandemen UUD 1945.

Berikut adalah tiga bidang kekuasaan presiden yang diatur dalam amandemen keempat UUD 1945:

  • Kekuasaan presiden dalam bidang pemerintahan (eksekutif).
  • Kekuasaan presiden dalam bidang legislatif, termasuk pembentukan peraturan di luar DPR dan pembentukan peraturan pemerintah.
  • Kekuasaan presiden sebagai kepala negara, termasuk kekuasaan tertinggi dalam bidang militer, hubungan luar negeri, dan pemberian grasi serta penghargaan kehormatan.

Amandemen keempat UUD 1945 juga menghasilkan implikasi signifikan dalam sistem pemerintahan secara keseluruhan, termasuk penegasan karakter presidensil, perubahan kedudukan MPR, dan penguatan peran DPR. Ini mencerminkan keinginan lama untuk menegaskan sistem presidensil dalam pemerintahan Indonesia (Saidi dan Fatimah, 2023).

Sebagai hukum dasar tertulis, UUD 1945 menetapkan prinsip-prinsip dasar negara, di antaranya Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional. Selain itu, UUD 1945 juga menyusun dan mengatur pembagian kekuasaan antara lembaga-lembaga pemerintahan, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta menjamin perlindungan hak asasi manusia.Dengan demikian, Konstitusi NKRI sebagai Hukum Dasar Tertulis memegang peranan penting untuk terjaganya stabilitas, keadilan, dan supremasi hukum di Indonesia. Sebagai cermin dari kesepakatan sosial dan politik yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia, konstitusi ini menjadi fondasi yang kuat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

3. Peran Konvensi dalam Konstitusi Indonesia

Konvensi dalam konteks ketatanegaraan adalah suatu kebiasaan atau tradisi yang menjadi bagian integral dari penyelenggaraan negara, walaupun tidak selalu diatur secara tegas dan terperinci dalam undang-undang dasar. Di Indonesia, tradisi-tradisi ini telah ada saat masa kemerdekaan sampai era Orde Baru, walaupun jumlahnya tidak begitu banyak. Namun, sejak saat era reformasi, jumlah konvensi ketatanegaraan cenderung berkurang. Sebagai negara yang menganut sistem hukum civil law, Indonesia memiliki banyak tradisi ketatanegaraan yang tidak selalu tercantum dalam aturan tertulis, seperti praktik di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Meskipun tidak diatur secara kaku dalam hukum tertulis, semua tradisi ini berlangsung secara rutin dan menjadi bagian penting dari proses penyelenggaraan negara (Talatie dan Teniwut, 2023).

Mulai era reformasi menjadikan konvensi ketetanegaraan tergerus oleh formalisasi hukum sebagai hukum tertulis. Hampir seluruh tradisi bernegara di Indonesia saat ini dinormakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Walaupun berada di negara A civil law, keberadaan konvensi seharusnya dapat dipertahankan sebagai salah satu sumber hukum. Di Indonesia sendiri keberadaan konvensi perlahan demi perlahan mulai tergerus, hal ini terjadi karena semua konvensi memiliki kecenderungan dalam peraturan tertulis. Apabila kondisi ini terjadi secara terus menerus, maka konvensi sebagai salah satu sumber hukum akan punah (Gelora, 2019).

Konvensi ketatanegaraan dapat dipahami sebagai kebiasaan atau tindakan ketatanegaraan yang mendasar dan dapat bersifat dinamis dalam pelaksanaan konstitusi. Namun, kendala utama dalam menerapkan konvensi ketatanegaraan adalah tidak adanya sanksi yang mengikat bagi lembaga atau pejabat negara untuk selalu mematuhi kebiasaan ketatanegaraan yang berlaku. Ini berarti bahwa, meskipun konvensi tersebut menjadi bagian penting dari sistem hukum dan penyelenggaraan negara, mereka tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang yang diatur secara resmi negara  Jenis-jenis konvensi dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu (Mochtar 2007 dalam Talatie dan Teniwut, 2023) :

  • Konvensi Nasional: Konvensi nasional adalah jenis aturan tak tertulis yang berlaku di dalam suatu negara. Pihak yang terlibat dalam konvensi ini adalah warga negara dan pemerintah yang ada di dalam negara tersebut. Konvensi ini mencakup kebiasaan, tradisi, dan praktik yang menjadi bagian integral dari sistem hukum dan penyelenggaraan negara. Contohnya termasuk praktik musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional, atau prosedur informal dalam pengangkatan pejabat tertentu.
  • Konvensi Internasional: Konvensi internasional adalah jenis aturan tak tertulis yang melibatkan warga negara dan pemerintah dari setiap negara yang turut menandatangani suatu konvensi. Konvensi ini mencakup perjanjian atau kesepakatan formal antara dua negara atau lebih, yang biasanya mengatur hubungan antar-negara dalam berbagai aspek, seperti perdagangan, lingkungan, atau hak asasi manusia. Jumlah negara yang turut serta menandatangani konvensi internasional bisa bertambah dari waktu ke waktu, dan konvensi ini sering kali memiliki mekanisme penegakan dan penyelesaian sengketa antar-negara.

Dengan demikian, konvensi nasional berlaku di dalam suatu negara dan melibatkan warga negara serta pemerintah di dalamnya, sementara konvensi internasional melibatkan negara-negara yang turut menandatangani suatu perjanjian internasional. Konvensi ini memiliki peran yang penting dalam membentuk dan mengatur sistem hukum dan hubungan antar-negara di tingkat nasional maupun internasional.

Contoh konvensi nasional adalah proses pemilihan menteri oleh Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, proses ini menjadi bagian dari kebiasaan atau tradisi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun tidak ada ketentuan tertulis yang mengatur proses ini, pemilihan menteri oleh Presiden dan Wakil Presiden dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Pengaturan informal seperti ini sering kali menjadi ciri khas dari konvensi nasional. Meskipun tidak diatur secara formal, proses pemilihan menteri biasanya melibatkan konsultasi dan kesepakatan antara Presiden, Wakil Presiden, dan partai politik atau koalisi politik yang mendukung pemerintahan. Kesepakatan ini mencerminkan praktik demokratis dalam pembentukan kabinet yang mewakili berbagai kepentingan politik di dalam negeri.

4. Sistem Pemerintahan Negara Hukum dalam Konstitusi Indonesia

Konsep negara hukum yang dianut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945 adalah negara hukum yang aktif dan dinamis. Dalam model negara hukum ini, negara berperan sebagai pihak yang aktif dan berorientasi pada pemenuhan serta perwujudan kesejahteraan rakyat sesuai dengan prinsip welvaarstaat (Ridlwan, 2012 dalam Bobi dan Raisah, 2019). Sebagai negara hukum, setiap tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan warga negara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hukum, dalam hal ini, adalah hierarki tatanan norma yang memiliki puncak pada konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain itu, hukum yang diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan kehendak rakyat, sehingga harus menjamin adanya peran serta warga negara dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan. Hukum tidak dibuat semata untuk menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan untuk menjamin kepentingan seluruh warga negara (Gaffar, 2012 dalam Bobi dan Raisah, 2019). Dengan demikian, prinsip negara hukum yang aktif dan dinamis yang dianut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menekankan pentingnya keadilan, partisipasi publik, dan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama dalam penyelenggaraan negara.

Dalam konteks Indonesia, istilah "negara hukum" seringkali dipadankan dengan konsep rechtsstaat atau rule of law. Semua konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia menegaskan bangsa Indonesia sebagai negara hukum. Sebelum mengalami perubahan, istilah yang digunakan dalam UUD 1945 adalah "negara yang berdasarkan atas hukum" (rechtsstaat). Selanjutnya, untuk menunjukkan ciri khas bangsa Indonesia, istilah negara hukum sering ditambahkan dengan atribute Pancasila, sehingga sering disebut sebagai negara hukum Pancasila.Prinsip negara hukum yang berkembang pada abad ke-19 cenderung mengarah pada konsep negara hukum formal, yang mana negara hukum dilihat dalam artian yang sempit. Dalam konsep ini, peran dan ruang gerak negara hukum dianggap kecil atau terbatas (Wahyuni, 2022).

Dengan demikian, konsep negara hukum di Indonesia mencakup prinsip-prinsip rechtsstaat atau rule of law, yang menekankan bahwa negara harus tunduk pada hukum, serta prinsip-prinsip Pancasila yang menjadi landasan filosofis bagi negara Indonesia. Konsep ini memastikan bahwa negara bertindak sesuai dengan hukum dan nilai-nilai yang diamanatkan oleh Pancasila, serta menjamin keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara hukum memiliki sejumlah ciri yang melekat di dalamnya, yaitu (Wahyuni, 2022) :

  • HAM terjamin oleh undang-undang
  • Supremasi hukum
  • Pembagian kekuasaan demi kepastian hukum
  • Kesamaan kedudukan di depan hukum
  • Peradilan administrasi dalam perselisihan
  • Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap, dan berorganisasi
  • Pemilihan umum yang bebas
  • Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

Pandangan tentang hubungan antara pemerintah dan rakyat dalam konteks konstitusi menggambarkan sebuah struktur negara yang bersifat vertikal. Menurut konstitusi, pemerintah berperan sebagai pemegang kekuasaan sedangkan rakyat tidak memiliki kekuasaan yang sama. Namun, dalam esensi negara demokrasi, kekuasaan tertinggi seharusnya dimiliki oleh rakyat. Pemerintah hanya berperan sebagai petugas penyelenggara negara yang dapat diganti oleh rakyat jika tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka atau menyalahgunakan wewenangnya. Meskipun pemerintah mengatur masyarakat dengan menerapkan hukum, namun pada hakikatnya, pemerintah dan masyarakat sederajat. Perbedaan mereka terletak pada fungsi, sementara tujuan keduanya adalah menciptakan keamanan dan kesejahteraan dalam negara (Airlangga, 2019).

Kekuasaan sering membuat pemerintah lupa akan perannya sebagai petugas yang bertanggung jawab kepada rakyat. Paradigma bahwa negara adalah milik pribadi pemerintah harus diubah. Pemerintah harus menyadari bahwa masa kepemimpinan dan kekuasaannya terbatas, dan mereka hanyalah bagian dari rakyat yang bertugas mengurus negara. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan hubungan vertikal dan horizontal antara pemerintah dan rakyat, di mana pemerintah bertanggung jawab untuk menyelaraskan kepentingan rakyat dengan kepentingannya sendiri. Dalam hal hukum, prinsip equality before the law harus ditegakkan sehingga impian menciptakan negara yang adil dan beradab dapat terwujud (Airlangga, 2019).

C. PENUTUP          

Negara dan konstitusi merupakan dua entitas yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Konstitusi mencerminkan kesepakatan sosial dan politik yang menjadi landasan bagi tatanan kehidupan bersama dalam suatu masyarakat. Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai transformasi politik, sosial, dan hukum yang memengaruhi pembentukan dan perkembangan konstitusi serta sistem pemerintahan negara hukum. Konstitusi menjadi landasan yang kuat bagi tatanan hukum, politik, dan sosial suatu negara, yang menjaga stabilitas, keadilan, dan supremasi hukum dalam kehidupan bersama. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan konstitusi yang berlaku saat ini di Indonesia UUD 1945 sudah mengalami 4 kali amandemen dan tentunya ada perubahan yang terjadi yang dimana perubahan tersebut menyesuaikan dengan zaman. Konstitusi NKRI sebagai konvensi juga mempunyai peran, meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, proses pelaksanaannya menjadi bagian dari kebiasaan atau tradisi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dalam sistem pemerintahan, hukum yang diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan kehendak rakyat, sehingga harus menjamin adanya peran serta warga negara dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan.

 

Daftar Pustaka

Adha, M. H. (2022). Konstitusi Sebagai Tolak Ukur Eksistensi Negara Hukum Modern di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 1(5), 613–614.

Afif, Z. (2018). Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Dialog, 7(1), 2406–24008.

Airlangga, S. P. (2019). Hakikat Penguasa dalam Negara Hukum Demokratis. Jurnal Cepalo , 3(1), 1–4.

Anggyamurni, V. S., Yusya, R. S., & Ewaldo, D. S. (2020). Konstitusi dalam Praktik Ketatanegaraan di Indonesia. Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 23(2), 428.

Aswandi, B., & Kholis, R. (2019). Negara Hukum dan Demokrasi Pancasila dalam Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(1), 130–131.

Felora, A. (2019). Konvensi Ketatanegaraan dalam Sistem Hukum Nasional di Indoenesia Pasca Era Reformasi. Jurnal Rechts Vinding, 8(1).

Gusman, E. (2019). Perkembangan Teori Konstitusi untuk Mendukug Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Ensilkopedia, 1(2), 163–164.

Rafiqi, I. D. (2022). Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia Dan Rusia. Jurnal Hukum, 5(1), 1–3.

Saidi, F., & Siti, F. (2023). Enigma Demokrasi Presidensial Pasca Perubahan UUD 1945. Jurnal Tana Mana, 4(1).

Siletty, Chrysto. F., & Rahaditya, S. (2021). Penerapan Sanksi Penyalahgunaan Narkotika Dintinjau dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan dan Pemberian Narkoba di Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial: 56/Pid.Sus/2019/PN/SDA. Jurnal Pendidkan Dan Humanioran, 655(3), 395.

Tim Dosen PKN. (2021). Konstitusi Negara Indonesia (Pelaksanaan UUD 1945 dan Amandemen  

Https://Sipejar.Um.Ac.Id/Pluginfile.Php/1127964/Mod_resource/Content/4/Konstitusi%20Negara%20Indonesia.Pdf.

Wahyuni, W. (2022). Prinsip Negara Huum yang Diterapkan di Indonesia. Https://Www.Hukumonline.Com/Berita/a/Prinsip-Negara-Hukum-Yang-Diterapkan-Di-Indonesia-Lt63449d84e25e4/?Page=2.

Yani, T., & Meilani, T. (2023). Pengertian Konvensi serta Sifat, Jenis, dan Contoh. Https://Mediaindonesia.Com/Politik-Dan-Hukum/592440/Pengertian-Konvensi-Serta-Sifat-Jenis-Dan-Contoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun