"Tak mungkin ada suara dari sana," pikirku.
Kulayangkan pandangan segera pada ruangan di sebelahnya. Ada mushalla. Pintu setengah terbuka. Kuberani diri mengintip, melihat situasi.
"Ah... Indra, Kau rupanya". Kulihat lelaki asal Pontianak itu sedang shalat tahajud dengan khusyuknya. Sendirian. Tak ditemani siapa-siapa.
"Gila. Berani sekali dia. Tengah malam di tempat sepi seperti ini," bisikku dalam hati. Aku salut melihat keberaniannya. Kagum juga melihat taat ibadahnya. Dia pemuda harapan bangsa.Â
Aku berlalu. Meninggalkan Indra. Rasa takutku perlahan sedikit hilang, walau tak kunjung sirna. Namun, biarlah bacaan shalat tahajud Indra mengusir setan-setan yang ada di asrama.
"Untung ada kau, Ndra"
Menyelesaikan hajatku, aku kembali ke menuju kamar. Melewati mushalla kulihat Indra sedang berdoa, mata terpejam dalam sekali.
Aku tak sempat mendengar bisik-bisik doanya. Mungkin saja dia berdoa agar berhasil mendapat posisi kelompok 8. Kalau itu, tentu aku takkan mengamini. Persaingan kami berebut posisi sedang seru-serunya. Tentang ini, nanti kita kisahkan di bagian berbeda.
Analisaku paling mendekati, mungkin dia sedang berdoa agar bisa menggaet gebetan seorang Paskibraka putri. Nah, ini patut diduga. Hehe... Ah... sudahlah.
Aku bersegera kembali ke kamar sebelum rasa takutku kembali datang. Lanjut tidur ditemani dengkur Rendra dan mimpi indahnya Wawan.
(bersambung...)