Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Berkat Artificial Intelligence Bisa Jadi Musisi, Akankah Kreativitas Manusia Mati?

1 September 2024   19:00 Diperbarui: 12 September 2024   16:08 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dibuat dengan Bing Image Creator (dok. pribadi)

Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan, kehadirannya bisa seperti keping mata uang. Walau saling menempel, tetapi bisa yang punya sifat yang berkebalikan.

Di satu sisi, ia amat membantu pekerjaan manusia. Mempermudah proses yang bisa memakan waktu yang cukup lama dan panjang.

Namun pada sisi lain, ia juga bisa membunuh kreativitas otak dan daya nalar. Sebab terlalu menggantungkan diri pada kemampuan teknologi, menganggap itu yang paling benar.

Terus Berkembang

Beragam kemudahan ditawarkan dengan kecanggihan teknologi AI. Dari sekadar menciptakan teks-teks sederhana hingga yang tersulit dan sistematis pun bisa.

Sesederhana bentuk tulisan dalam model puisi bebas misalnya. AI dapat bekerja kilat dalam hitungan detik. Cuma perlu prompt alias perintah sederhana saja. Misalkan, buatkan puisi tentang "......." (tema yang diinginkan).

Lebih dahsyat lagi, AI bisa diperintahkan untuk membuatkan makalah atau tulisan yang bersifat ilmiah. Cukup memberikan clue alias kata kunci tertentu sebagaimana maksud dan tujuan dari yang memberi perintah. Tidak perlu berlama-lama menunggu. Hanya sekejap sudah jadi.

Kemampuan AI terus menggila. Tidak hanya berupa rangkaian kata bisa menjadi berita dan cerita. Dalam bidang grafis atau multimedia, ia pun bisa membuat gambar atau video yang terkadang ada di luar ekspektasi dari si pemberi perintah.

Bayangkan, dulu orang harus kursus dulu agar mahir. Itu pun hanya di satu program komputer tertentu. Lantas, berapa lama waktu dan biaya yang dibutuhkan jika ingin menguasai banyak bidang?

Ingin bisa menulis, ingin bisa membuat lagu, ingin bisa membuat video, dan seterusnya. Semua itu, kini kalau bisa dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dengan AI, ada jalan keluarnya. Belajar tak perlu susah-susah lagi. Cukup mengetahui langkah-langkah dan perintah dasar, jadilah...

AI: Kebutuhan, Bukan Ketergantungan

Ada quote yang cukup menarik kala AI sudah merambah ke segala lini pekerjaan yang dibutuhkan oleh manusia. Terutama dalam menghasilkan sebuah karya. "AI memang tidak bisa menggantikan peran manusia. Namun manusia bisa tergantikan perannya jika tidak bisa memanfaatkan AI."

Artinya, seberapa canggih alat bantu AI, manusia tetap punya kendali yang paling utama. Manusialah yang memerintahkan AI. Jika ada orang yang menolak kehadirannya, maka dia sendiri yang siap-siap akan tergantikan.

Memang, di tangan orang-orang kreatif, AI bisa menjadi alat bantu yang menakjubkan. Tetapi AI juga bisa jadi membahayakan jika dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jika tidak jeli, akan gampang tertipu.

Model-model AI deep fake yang mampu mengganti wajah (dalam foto atau video), menirukan karakter khas suara seseorang, adalah salah satu contoh. Betapa tak mudahnya juga untuk menyikapi kehadiran AI.

Menjadi Musisi Berkat AI

Di antara beragam AI yang telah hadir, ada salah satu program yang cukup menarik buat saya pribadi. Yaitu AI yang bisa membuat orang awam bisa menjadi seperti layaknya seorang musisi handal.

AI yang satu ini cukup mudah penggunaannya. Namanya juga cukup familier. Kemampuannya tak hanya bisa membuat instrumen musik saja berdasarkan teks yang diperintahkan. Ia juga bisa membuatkan aransemen dari teks karya yang dibuat sendiri.

Istilah umum yang barangkali sering disebut adalah "musikalisasi puisi". Yaitu serangkaian kata yang tercipta, diberi nada (solmisasi), diiringi alat-alat musik tertentu. Hingga pada akhirnya menjadi sebuah karya baru dalam bentuk lagu.

Sebagai catatan, pengertian "musikalisasi puisi" seperti yang dipahami di atas, ada juga yang memiliki pendapat berbeda. Musiknya hanya terbatas sebagai pengiring seseorang kala ia membaca sebuah karya puisi.

Terlepas dari perbedaan sudut pandang bagi pekerja dunia seni, pemrograman via AI, jelas akan membawa dampak tersendiri. Mengapa? Sebab kualitas lagu yang dihasilkan AI bisa dibilang cukup baik. Melodinya gampang dicerna, harmoni lagu bisa sesuai genre dan mood yang diharapkan.

Bagi orang awam yang hanya bisa menikmati, tentu itu sudah lebih dari cukup. Apalagi bila tak punya basic sama sekali dalam membaca notasi, birama, atau hal-hal teknis bermusik lainnya.

Revolusi yang dihadirkan oleh AI musik tentu harus disambut kehadirannya dengan positif. Tetapi, memang sebagai karya seni, ia tetap perlu memiliki sentuhan dan ekspresi serta penjiwaan (soul). Itu yang tidak dimiliki sepenuhnya oleh AI. Unsur human (rasa dan perasaan manusia) menjadi pelengkap akhir dari karya yang dihasilkan.

Nah, siapa yang sudah pernah mencoba AI musik yang satu ini? Berikut adalah salah satu karya "musikalisasi puisi" yang dihasilkan oleh AI yang bernama "Suno".

Untuk liriknya, saya mengambil dari karya cipta fiksi puisi sendiri. Sudah pernah ditayangkan dalam kanal kompasiana ini. Judulnya adalah "Cinta di Tangan yang Tepat" (baca di SINI). Ini karya murni tanpa ada editing tulisan lagi.

Wah, ternyata asyik juga hasil kreasi komposer AI-nya. Hasilnya bisa disaksikan melalui tautan di akhir tulisan ini. Oh ya, sebagai visualisasi, saya juga menggunakan AI pemrosesan gambar besutan Microsoft, yaitu "Bing".

Sekadar catatan, tidak semua prompt alias perintah bisa menghasilkan karya sesuai yang diharapkan. Tidak jarang harus mengulang pilihan nada (dan alat musik), harmoni, siapa yang menyanyikan (male or female voice), kategori dan seterusnya.

Ada kalanya pula, bagian pengulangan (reffrain) memenggal katanya tidak pas. Setengah kata diambil dari satu baris dan disambungkan pada penggalan kata di baris yang lain. Akhirnya mengurangi keindahan yang tercipta. Jadi seperti suka-sukanya AI hahaha.... 

Mohon maaf, ya, saya tidak meng-upload keseluruhannya ke publik. Tapi kira-kira seperti itu hasilnya. Yuk, siapa yang sudah mencoba seru-seruan jadi musisi dadakan?


Hendra Setiawan

31 Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun