Terlepas dari perbedaan sudut pandang bagi pekerja dunia seni, pemrograman via AI, jelas akan membawa dampak tersendiri. Mengapa? Sebab kualitas lagu yang dihasilkan AI bisa dibilang cukup baik. Melodinya gampang dicerna, harmoni lagu bisa sesuai genre dan mood yang diharapkan.
Bagi orang awam yang hanya bisa menikmati, tentu itu sudah lebih dari cukup. Apalagi bila tak punya basic sama sekali dalam membaca notasi, birama, atau hal-hal teknis bermusik lainnya.
Revolusi yang dihadirkan oleh AI musik tentu harus disambut kehadirannya dengan positif. Tetapi, memang sebagai karya seni, ia tetap perlu memiliki sentuhan dan ekspresi serta penjiwaan (soul). Itu yang tidak dimiliki sepenuhnya oleh AI. Unsur human (rasa dan perasaan manusia) menjadi pelengkap akhir dari karya yang dihasilkan.
Nah, siapa yang sudah pernah mencoba AI musik yang satu ini? Berikut adalah salah satu karya "musikalisasi puisi" yang dihasilkan oleh AI yang bernama "Suno".
Untuk liriknya, saya mengambil dari karya cipta fiksi puisi sendiri. Sudah pernah ditayangkan dalam kanal kompasiana ini. Judulnya adalah "Cinta di Tangan yang Tepat" (baca di SINI). Ini karya murni tanpa ada editing tulisan lagi.
Wah, ternyata asyik juga hasil kreasi komposer AI-nya. Hasilnya bisa disaksikan melalui tautan di akhir tulisan ini. Oh ya, sebagai visualisasi, saya juga menggunakan AI pemrosesan gambar besutan Microsoft, yaitu "Bing".
Sekadar catatan, tidak semua prompt alias perintah bisa menghasilkan karya sesuai yang diharapkan. Tidak jarang harus mengulang pilihan nada (dan alat musik), harmoni, siapa yang menyanyikan (male or female voice), kategori dan seterusnya.
Ada kalanya pula, bagian pengulangan (reffrain) memenggal katanya tidak pas. Setengah kata diambil dari satu baris dan disambungkan pada penggalan kata di baris yang lain. Akhirnya mengurangi keindahan yang tercipta. Jadi seperti suka-sukanya AI hahaha....Â
Mohon maaf, ya, saya tidak meng-upload keseluruhannya ke publik. Tapi kira-kira seperti itu hasilnya. Yuk, siapa yang sudah mencoba seru-seruan jadi musisi dadakan?
Hendra Setiawan