Mobil hias ini ada yang menampilkan ikon kota seperti tugu pahlawan, pintu air Jagir, Jembatan Petekan. Ada juga yang membuat replika kereta api yang lengkap dengan asap yang keluar dari cerobongnya. Atau bus sekolah zaman retro, dengan tampilan lagu yang berjudul sama.
Ada beragam atraksi yang ditampilkan. Dari aneka kostum, tari tradisional, modern dance, badut, atau semacam teatrikal. Seperti Gudang Garam yang mengusung konsep kerajaan. Baik pengiring maupun mobil hias yang super gede, benar-benar dirancang secara apik. Tak salah, ia jadi salah satu peserta yang paling difavoritkan penonton.
Mobil hias dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menjadi penutup parade. Ciri khas logo Surabaya dengan bentuk ikan Sura dan buaya, menjadi ikon yang tak ketinggalan dalam bentukan mobil hiasnya.
Sesi kedua, acara dilanjutkan dengan parade budaya. Sepanjang pengamatan, barangkali secara kuantitas peserta menurun dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya. Tapi itupun sudah cukup banyak jika diambil perwakilan komunitas yang ada di Surabaya. Tercatat ada 22 peserta mobil hias  dan 18 peserta pawai budaya.
Di antaranya yang cukup familiar dengan jumlah peserta yang cukup banyak adalah dari warga Bali. Ada juga dari komunitas/keluarga Kawanua, Ende, Ngada, dan suku Sabu (NTT), Ono Niha Nias. Juga ada Himalaya (Himpunan Mahasiswa Lampung), komunitas Sriwijaya (Sumatra Selatan) dan lain-lain. Sementara komunitas luar negeri, ditampilkan dari komunitas warga India.
Komunitas sekolah juga turut berpartisipasi. Di antaranya adalah SMPN 1 dengan membawakan kreasi busana yang cukup beragam. Ada pula dari peserta komunitas disabilitas yang juga turut pawai memperagakan busana kreasi. Sebagiannya dipandu oleh pendamping yang berada di sisi luar peserta.