Surabaya Vaganza adalah nama lain dari pawai bunga kendaraan hias dan defile parade yang diikuti oleh perwakilan masyarakat dari berbagai daerah/budaya di tanah air. Kegiatan ini menjadi salah satu bagian dari agenda rutin yang diadakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam rangka HJKS (Hari Jadi Kota Surabaya).
Ya, tahun 2024 ini kota Surabaya akan genap berusia ke-731 tahun, yang jatuh pada tanggal 31 Mei mendatang. Nah, terkait dengan sisi sejarah kota, gelaran yang diadakan tahun ini punya nuansa agak berbeda dari biasanya.
The Chronicle of Surabaya , menceritakan kepingan sejarah (kronik) perjalanan kota Surabaya. Mulai era zaman kerajaan, era kolonial, era Surabaya di masa lalu (retro), serta masa yang lebih kekinian (modern).
Jadi kalau ada penonton yang rutin datang ke acara ini akan tahu perbedaannya. Misalnya, urutan awal biasanya ditandai dengan dibuka oleh pasukan bendera dan drumband/marching band. Kemudian jajaran Forkompinda beriringan dengan naik mobil jeep, pawai budaya (jalan kaki), mobil hias, dan aneka tampilan kesenian.
Maka yang sekarang hadir, dibuka dengan tampilan drumband/marching band terlebih dulu. Kemudian para peserta kendaraan hias, sesuai urutan kronologis tema yang diusung.
Peserta pawai budaya digeser ke bagian belakang, mengingat waktu pelaksanaan acara. Kegiatan direncanakan mulai pkl. 13.00 WIB di daerah Tugu Pahlawan. Berakhir di kawasan alun-Alun (bawah tanah) Surabaya alias Balai Pemuda. Sekitar 3 km jaraknya. Kasihan juga bagi yang berjalan kaki di aspal jalanan yang panas.
Tahulah sendiri, bulan Mei begini, terik mentari cukup menyengat di Surabaya. Suhu udara sedang tinggi. Namun demikian, bagi masyarakat bukan jadi penghalang. Animonya cukup tinggi. Tak sedikit ada yang datang berombongan dengan keluarga atau rekan-rekan satu komunitas.
Bahkan demi mendapatkan tempat terdepan, masyarakat rela berpanas ria di balik pagar besi yang dipasang sepanjang jalur rute pawai. Penjual alas plastik dan minuman laris manis, kalau begini.
Sejarah yang Jangan Dilupa
Menurut Walikota Surabaya Eri Cahyadi, warga Surabaya harus ingat bagaimana Surabaya berdiri saat zaman kerajaan, kolonial, hingga saat ini. Arek Surabaya perlu menguatkan semangat guyub rukun dan gotong-royongnya dan jangan sampai melupakan sejarah kotanya. "Ayo Rek, lewat Surabaya Vaganza, kuatkan guyub rukun, gotong royong, jaga persatuan, saling menghormati," kata Eri.
Setelah seremonial memberangkatkan peserta mobil hias, walikota dan jajaran Forkompinda lainnya, mereka beralih tempat mengikuti pawai. Dengan naik mobil jeep, nampak pasangan walikota mengenakan busana Manten Pegon, yang merupakan pakaian pengantin khas Kota Pahlawan. Pakaian ini adalah perpaduan akulturasi antara budaya Eropa, Arab, Cina, dan lokal Jawa. Busana ini telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemdikbudristek RI.
Sambutan meriah ditujukan kepada tiap peserta yang mengikuti gelaran Surabaya Vaganza kali ini. Apalagi jika ada atraksi dari pengiring mobil hias. Pada titik-titik tertentu saja mereka beraksi.
Dibandingkan parade mobil hias, jeda waktu antar peserta berjalan agak panjang durasi waktunya. Ketimbang pawai budaya dari peserta yang berjalan kaki. Ada kalanya peserta harus berhenti dan menunggu giliran waktu berjalan kembali.
Deretan peserta mobil hias yang tampil di antaranya dibuka oleh Kebun Binatang Surabaya (KBS). Mereka memakai kostum menyerupai satwa sebagai simbol pelestarian hewan langka.
Ada pula dari lembaga keuangan, kampus, perumahan, BUMD, BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), pengelola tempat wisata dan mall/retail. Misalnya LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), Bank Jatim, BRI, Unesa, Unair, Pelindo, Atlantis land, Pakuwon, Galaxy Mall, Indomaret, PDAM, Yekape dan lain-lain. Masing-masing menampilkan kreasi terbaiknya.
Mobil hias ini ada yang menampilkan ikon kota seperti tugu pahlawan, pintu air Jagir, Jembatan Petekan. Ada juga yang membuat replika kereta api yang lengkap dengan asap yang keluar dari cerobongnya. Atau bus sekolah zaman retro, dengan tampilan lagu yang berjudul sama.
Ada beragam atraksi yang ditampilkan. Dari aneka kostum, tari tradisional, modern dance, badut, atau semacam teatrikal. Seperti Gudang Garam yang mengusung konsep kerajaan. Baik pengiring maupun mobil hias yang super gede, benar-benar dirancang secara apik. Tak salah, ia jadi salah satu peserta yang paling difavoritkan penonton.
Mobil hias dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menjadi penutup parade. Ciri khas logo Surabaya dengan bentuk ikan Sura dan buaya, menjadi ikon yang tak ketinggalan dalam bentukan mobil hiasnya.
Sesi kedua, acara dilanjutkan dengan parade budaya. Sepanjang pengamatan, barangkali secara kuantitas peserta menurun dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya. Tapi itupun sudah cukup banyak jika diambil perwakilan komunitas yang ada di Surabaya. Tercatat ada 22 peserta mobil hias  dan 18 peserta pawai budaya.
Di antaranya yang cukup familiar dengan jumlah peserta yang cukup banyak adalah dari warga Bali. Ada juga dari komunitas/keluarga Kawanua, Ende, Ngada, dan suku Sabu (NTT), Ono Niha Nias. Juga ada Himalaya (Himpunan Mahasiswa Lampung), komunitas Sriwijaya (Sumatra Selatan) dan lain-lain. Sementara komunitas luar negeri, ditampilkan dari komunitas warga India.
Komunitas sekolah juga turut berpartisipasi. Di antaranya adalah SMPN 1 dengan membawakan kreasi busana yang cukup beragam. Ada pula dari peserta komunitas disabilitas yang juga turut pawai memperagakan busana kreasi. Sebagiannya dipandu oleh pendamping yang berada di sisi luar peserta.
Komunitas Wanita Bersanggul dan egrang, bisa jadi adalah penampil yang baru secara resmi. Tahun sebelumnya meskipun ada yang ikut, tak banyak dan bergabung dalam kelompok besar lainnya.
Deretan terakhir adalah komunitas reyog Purbaya. Para penari atau penampil dan pembawa dadak merak cukup banyak yang ikut. Dan tentu yang tak ketinggalan sebelumnya adalah perkumpulan barongsay dengan atraksinya yang khas dan sarat bunyi-bunyian.
Nah, ini yang menarik. Sebagai penutup adalah kehadiran mobil-mobil kebersihan. Mereka sudah stand by di belakang peserta terakhir. Berjalan beriringan memenuhi lebar jalan. Tanpa sadar membuat penonton tak hendak beranjak dari tempatnya.
Salah satu dari mobil itu mengeluarkan bunyi telolet. Memainkan beberapa lagu pendek instrumen. Salah satunya lagu "Si Unyil". Â Suaranya cukup keras hingga sekitar 100 meter lebih.
"Oalah, ternyata sudah habis, hahaha..." Begitulah cara sigap Surabaya dalam menjaga menjaga kebersihan kotanya. Acara selesai, jalanan juga langsung bersih dari sampah yang berserakan.
Semoga tahun depan, kualitas acara ini makin bertambah. Apalagi jika ada wacana memasukkannya ke agenda nasional Kharisma Event Nusantara (KEN). Namun, biarlah kemeriahan dan kegembiraan ini tetap bisa dirasakan sebagai pestanya rakyat.
Hendra Setiawan
28 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H