Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pentingnya Memahami Literasi Keuangan agar Tak Terjebak Investasi Bodong

28 Februari 2022   16:45 Diperbarui: 14 Maret 2022   10:04 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi investasi (Sumber: freepik via money.kompas.com)

"Pengin dapat mobil seharga lebih dari 100 juta? Anda cukup setor 50 juta untuk modal investasi."

Wah, menggiurkan sekali tawaran yang disajikan ini. Tapi, perusahaan yang menawarkan produk investasi itu sudah ditutup. Dinyatakan ilegal dan tentu saja yang rugi adalah masyarakat yang ikut-ikutan berinvestasi di dalamnya.

Tawaran berinvestasi dengan hasil imbal yang tinggi dalam waktu sesingkat-singkatnya adalah cara-cara marketing (penawaran) yang kerap dipergunakan oleh perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. 

Tujuan menjanjikan keuntungan tinggi tanpa perlu berusaha bagi para pemodal (investor), menjadi kata sakti yang bisa menjebak seseorang.

Bukan keuntungan yang didapatkan, tekor iya. Bisa saja sih, awal-awalnya untung, tapi kemudian lebih banyak buntung-nya. 

Mulanya sebagai umpan, pancingan saja. Begitu terperangkap, ia akan terjerat model tipu-tipu.

Mengapa Gampang Tergiur?

Investasi yang menjanjikan bunga atau hasil tinggi dengan cara cukup setor modal sekian rupiah memang seringkali terjadi. Walau ada pemberitaan jatuhnya korban akibat investasi abal-abal, toh orang lain juga masih gampang tertipu di dalamnya.

Orang-orang yang mudah tergiur dengan hal-hal tidak rasional seperti ini adalah calon-calon korban yang potensial. 

Mereka kerap dimanfaatkan dengan cara rekomendasi dari orang yang sudah dikenal atau promosi dari publik figur.

Penipuan berkedok investasi sering pula disebut dengan "investasi bodong". Investasi sendiri menurut KBBI didefinisikan sebagai bentuk penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Dalam kenyataan tidak semua perusahaan yang bergerak di sektor ini melakukan secara benar. Di antaranya justru menyalahgunakan prinsip investasi yang jujur dan terbuka (akuntabel dan transparan).

Investasi bodong, maunya untung malah buntung (gambar: MNC Media via idxchannel.com)
Investasi bodong, maunya untung malah buntung (gambar: MNC Media via idxchannel.com)

Strategi marketing hanya menawarkan keuntungan berlipat ganda. Tetapi soal risiko usaha; bagaimana mereka bekerja tidak begitu jelas rupanya. 

Maka alih-alih mendapatkan keuntungan tinggi, justru dana nasabah yang tersimpan bisa ikut lenyap dan tidak jelas keberadaannya. "Investasi bodong", dapatnya zonk.

Kenali dan Pahami

Seperti dunia percintaan, "Tak kenal maka tak sayang" eeaa.... maka sebelum ikut berinvestasi, kenali dan pahami dulu pihak penyedia jasanya.

Model investasi bodong alias ilegal memiliki beberapa kesamaan di dalam menjalankan usahanya. Di antaranya:

1. Menjanjikan keuntungan tinggi (namun sebenarnya nilainya tidak wajar) dan dalam waktu cepat. Di samping jaminan atau klaim tanpa risiko

Jadi jangan mudah tergiur jika mendapatkan promosi model begini. Tidak ada yang namanya keuntungan dari investasi yang bisa balik modal dengan begitu cepatnya. 

Selain itu, prinsip investasi adalah "high risk, high return". Artinya, semakin besar untungnya, maka semakin besar pula risikonya.

2. Masalah kejelasan produk dan pengelolaan investasi

Efek psikologis untuk membuat orang senang tanpa perlu mereka susah berusaha, menjadikan bisnis investasi bodong terasa menggiurkan. Tadinya irasional menjadi tampak rasional.

Pada beberapa kasus, entah apa produk yang ditawarkan oleh perusahaan investasi, para investor hanya diminta untuk menyetorkan sejumlah dana sesuai harga pokok yang ditawarkan.

Sudah begitu, ditambah misalnya dengan beragam paket yang ditawarkan. Dari yang standar, silver, platinum, gold, dan sebagainya. Makin tinggi level paket, makin tinggi besaran keuntungan yang bisa diperoleh.

3. Menjanjikan bonus pada perekrutan anggota baru alias "member get member"

Setelah seseorang ikut bergabung dalam bisnis investasi, maka pengelola akan "menugaskannya" mencari orang lain untuk turut bergabung. Janji sejumlah bonus yang menanti membuat silap mata.

4. Memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama atau public figure untuk menarik minat berinvestasi

Tentu saja dengan sharing, testimoni, kesaksian dari para tokoh itu diharapkan bisa meningkatkan tingkat kepercayaan calon investor. "Mereka saja yang sudah terkenal ikut di situ, kenapa saya harus ragu?"

5. Legalitas perusahaan dan tata kelola yang samar

Kemungkinan atas hal ini, antara lain:

a. Tidak memiliki izin usaha.
b. Memiliki izin kelembagaan tetapi tidak punya izin usaha.
c. Memiliki izin kelembagaan dan izin usaha, namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.

Literasi Keuangan Mandiri

Memang tidak setiap orang paham dengan seluk beluk dunia keuangan. Pemahaman dasarnya saja yang menjadi pedoman. "Kalau saya bisa untung, saya mau ikut investasi."

Jadi kalau dulu investasi tabungan (semacam deposito berjangka) menjadi pilihan utama. Sekarang, model investasi lebih jauh berkembang.

Prinsip dasar supaya tidak terjebak dengan investasi abal-abal alias bodong, tentu saja juga dengan cara meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di sektor ini. Misalnya yang sederhana adalah aspek legalitasnya. Itu yang menjadi titik pijaknya. 

Sebagus apapun perusahaan investasi tanpa didukung oleh aturan yang mengikatnya, jelas itu penipuan. 

Orang yang merasa dirugikan tidak bisa menuntut balik haknya. Lha yang diminta pertanggungjawaban juga tidak memiliki "alas hak", percuma saja kalau ngotot.

Paling simpel adalah bisa melakukan pengecekan data melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Apakah perusahaan itu sudah terdaftar di sana? 

Kalau tidak, tidak akan ada "jaminan uang kembali". Investasi punya kemungkinan risiko kegagalan, bukan sekadar janji pasti keuntungan.

Setiap lembaga penyedia produk keuangan, terutama yang menghimpun dana masyarakat dan pengelolaan investasi wajib mengantongi izin resmi dari instansi terkait dan berwenang. 

Ada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Departemen Perdagangan, dan lain-lain.

Jika lembaga itu hanya sekadar mampu memberikan bukti sudah memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dalam menjalankan produk investasinya, jangan dipercaya mutak. 

SIUP bukanlah izin untuk melakukan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi. SIUP hanya legalitas melakukan kegiatan usaha semata.

Bilamana aspek hukum ini sudah bisa terjamin, langkah selanjutnya silakan menilai iming-iming yang ditawarkan tadi. Masuk akal atau tidak? Bagaimana risiko kegagalan dan nilai keuntungan yang ditawarkan?

Bisnis is bisnis. Tidak akan semudah itu untuk mendapatkan keuntungan instan. Sebuah perusahaan investasi tak mudah berfoya-foya. Menjanjikan keuntungan berlipat ganda pada calon investor dengan cara cukup duduk manis semata.

Jangan sampai tergiur investasi bodong. Maunya untung, malah buntung.

28 Februari 2022

Hendra Setiawan

Bacaan: Liputan6, Cermati, xDana, JatengProv, CNBC

Sebelumnya: 

  1. Tergiur Janji Manisnya Rezeki
  2. Trending ala Livi: Muda, Kaya, Bahagia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun