Dalam sistem yang patriarkis, hukum dan kebijakan sering kali berdampak lebih berat pada kelompok yang dianggap "tidak normal" atau "berbeda" dari mayoritas. Â
Dalam konteks ini, kesetaraan gender menjadi landasan untuk mengoreksi bias struktural yang ada dalam demokrasi. Ketidaksetaraan gender tidak hanya merugikan perempuan tetapi juga menghalangi terwujudnya masyarakat yang inklusif.
Dengan demikian, pergerakan perempuan tidak hanya menjadi perjuangan untuk perempuan, tetapi juga untuk demokrasi yang adil dan merata bagi semua pihak. Â
Tantangan dan Upaya Memajukan Pergerakan Kesetaraan Gender Â
Tantangan pergerakan kesetaraan gender di Indonesia tidak hanya berasal dari sistem patriarki, tetapi juga dari karakter politik Indonesia saat ini.Â
Politik yang cenderung pragmatis dan populis sering kali memanipulasi isu kesetaraan gender untuk keuntungan elektoral semata.Â
Sebagai contoh, affirmative action, atau tindakan afirmatif untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, sering kali hanya menjadi simbol tanpa substansi yang mendukung hak-hak perempuan secara nyata. Â
Untuk memajukan perjuangan kesetaraan gender, ada empat hal penting yang perlu diperhatikan. Â
1. Implementasi Affirmative Action yang Substantif
Dalam politik formal, affirmative action harus diterapkan dengan serius dan tidak hanya sebagai alat untuk meraih suara.Â
Keterwakilan perempuan dalam politik harus didukung dengan upaya nyata untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan bukan sekadar memenuhi kuota. Â