Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Mengatasi "Post-Election Syndrome", Manajemen Psikologi Pasca-pemilu

18 Februari 2024   11:45 Diperbarui: 19 Februari 2024   19:15 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mengatasi "Post Election Syndrome". (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Makna di Balik Post-Election Syndrom (PES)

Politik elektoral merupakan perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Di mata para politisi, kekuasaan adalah hal yang sangat berharga dan karena itu harus direbut dan dipertahankan. Namun demikian, dinamika politik dan pertarungan dalam politik elektoral tidak semudah yang dbayangkan.

Setiap petarung akan berkonfrontasi dengan banyak lawan, yang adalah juga petarung yang berambisi menaklukan siapa pun untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan yang sama. Kekuasaan ibarat barang laka yang sangat berinilai, yang ingin selalu dicari, direbut, dan dipertahankan.

Penulis memaknai bahwa, dibalik Post-Election Syndrom (PES) dipahami sebagai kecenderungan untuk bertindak reaksional-emosional tanpa kontrol kesadaran atau rasionalitas, karena terlalu terobsesi untuk berkuasa (the will to power). 

Obsesi untuk berkuasa menggebu-gebu dan terus menghantuinya, namun tidak beribang dengan kemampuan untuk menerima kekalahan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, Post-Election Syndrom (PES) adalah penyakit psikologis bagi orang-orang yang haus akan kekausaan, tetapi gagal menerima kenyataan ketika obsesi mereka terganjal kegagalan dalam pertarungan politik elektoral.

Manajemen Psikologi Pasca Pemilu: Preventive Mental Health Care

Sudah sering terjadi, pasca pemilu dan pertarungan politik elektoral, tidak sedikit kandidat yang frustasi, tarumatik, gila, dan bahkan melakukan bunuh diri akibat terserang sindrom ini. 

Para konstetan politik yang gagal, tak mampu menghindari tekanan emosi dan stres. Bahkan, terkanan tersebut tak jarang dilampiaskan di arena publik dengan berbagai macam cara yang menggelikan dan memprihatinkan.

Untuk itu perlu langkah-langkah preventif dan positik, mental dan psikologi para konstetan politik yang gagal, tidak terjebak salam kondisi frustasi, tarumatik, gila, atau melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini bisa dilakukan dengan metode Preventive Mental Health Care

Bagi caleg yang gagal dalam pemilu, metode ini bertujuan untuk mengatasi dampak psikologis dari kegagalan dan memfasilitasi pemulihan metal-psikis yang sehat dan konstruktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun