Mohon tunggu...
Shinta Septiananda
Shinta Septiananda Mohon Tunggu... Novelis - Sarjana Kesehatan Masyarakat

Anastasya Cornelia Shinta Septiananda, merupakan salah satu penulis dan juga konten kreator kelahiran Jakarta 07 September 1996. Penyuka nasi goreng pinggir jalan, matchalatte, makanan jepang, pecinta hewan reptile juga penikmat alam, petrikor, senja dan benda-benda langit di malam hari. Yang berangkat dari penulis wattpad pada tahun 2018 hingga terus mengembangkan kemampuannya dalam menulis cerita dengan mengikuti berbagai lomba tingkat nasional dan masuk ke dalam kategori penulis terbaik versi Ruang Kreasi dan Rindu Nulis, bahkan dirinya telah menerbitkan salah satu karyanya yaitu Catatan Tentang Dia ke dalam versi cetak di bawah penerbit Guepedia. Meskipun bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, ia tidak ingin berhenti dan membatasi dirinya untuk berkespresi, mengeksplorasi dan juga mewujudkan impian masa kecilnya. Salah satunya adalah menjadi seorang penulis. Ia juga banyak mengoleksi buku-buku untuk menambah wawasan serta mencari banyak referensi yang dapat dijadikan sebagai inspirasi. Seperti karya-karya dari penulis terkenal; Mary Shelley, JK. Rowling, Stephen Mayor, Meg Cabot, Rhonda Byrne dll.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lady Heloise

4 Januari 2023   17:04 Diperbarui: 5 Januari 2023   12:12 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

1315

Kepulan asap membubung tinggi di kota Boston. Reruntuhan bangunan yang berserakan hampir memenuhi sudut kota, mayat-mayat bergelimpangan memenuhi badan jalan, mentari redup kini menjadi tirai pertunjukan yang cocok untuk keadaan Boston saat ini. 

Konspirasi dan persengketaan hirarki kerajaan menjadi akar penyebab Boston menjadi kota paling Nahas di Inggris. 

Pemerintahan bersepakat untuk menggulingkan Raja Thomas Zachary Louis II beserta Putera Mahkotanya dengan cara mengadu domba keluarga kerajaaan dan rakyatnya.

Ringkikan kuda bergema dihalaman kerajaan, para pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Joseph Bennet, mantan penasihat keluarga kerajaan terdahulu, turun dari pelana kuda dengan wibawanya sembari membungkuk hormat pada Louis "Salam Yang Mulia" katanya. 

Louis berdecih "Kau tidak pantas lagi mengatakan itu" Joseph pun menyeringai "Tidakkah kau lihat kebaikan Tuhan atas kotamu sekarang, Yang Mulia?" 

Joseph tersenyum penuh arti sembari melipat tangannya di balik punggung. Louis merentangkan tangannya dan berseru "Oh Tuan Joseph, apa kau lupa bahwa tidak ada satupun kebaikan Tuhan di dalam kejahatan dunia, kau mengingatkanku padanya yang telah Ia usir dari tahta-Nya (Lucifer) karena berkhianat sepertimu" 

Tawa Joseph bergema mengiringi beberapa orang bersenjata melingkari dirinya dan Louis. Louis menutupi keterkejutannya dengan senyum tipis.

Tak jauh dari mereka, suara jeritan Elisabeth dan Marquoes menambah tegang suasana. Dengan gerakan tiba-tiba Louis menerjang Joseph, kedua tangannya mencengkram kuat leher Joseph "Bedebah!!! Apa yang kau rencanakan pengkhianat?!" Teriak Louis di depan wajah Joseph. 

Joseph memberi perintah beberapa orang bersenjata itu untuk tidak ikut campur. Joseph masih mampu menahan cengkraman Louis "Kau terkejut Yang Mulia? Ini belum seberapa" katanya yang mulai kesulitan untuk bernapas.

Joseph memerintahkan beberapa orang dengan gerakan tangannya yang bebas untuk membakar sang Ratu hidup-hidup dan mencambuk sang Putera Mahkota dihadapan Louis. 

Louis mengendurkan cengkramannya, ia menjerit pilu menyaksikan kedua orang yang paling ia cintai tersiksa dengan sadis di depan matanya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Joseph yang menghunuskan belatinya tepat di dada Louis.

"Tidaaaaaak!!! Yang Muliaaaaa!!!" Teriak Elisabeth histeris, yang melihat suaminya dilenyapkan.

"Ayaaaaaahhhh" Jerit Marquoes yang melihat Ayahnya tewas ditangan mantan penasihat keluarga kerajaan.

Elisabeth menjadi sangat murka, ia mengucapkan mantra-mantra terlarang dan mengutuk keturunan Joseph menjadi seorang immortal berhati iblis, yang haus akan darah hingga tak segan untuk menghabisi dirinya beserta keluarga Joseph yang lainnya. 

Akan tetapi kutukan itu hanya bisa di cabut oleh Elisabeth sendiri dan tentu saja keturunan Elisabeth "Aku mengutuk keturunan perempuanmu menjadi makhluk abadi berhati Iblis yang haus akan darah, Joseph. Kau akan membayarnya! Hanya aku dan keturunan ku lah yang dapat mencabut kutukan itu" 

Suara Elisabeth menggema sampai sudut kota, ratusan gagak berterbangan di sekitar kerajaan diikuti tiupan angin yang tak biasa, beserta awan kelabu menutupi kota tersebut, seakaan menerima permohonan sang Ratu sebelum api besar berwarna merah yang membubung tinggi hampir mencapai langit menjilat dirinya hingga kematian dengan senang hati menciumnya. 

"Bunuh sang Pangeran !!!" Perintah Joseph tegas pada sang Algojo. Kemudian terdengar tebasan dari pedang milik sang Algojo. 

Selesai melakukan tugasnya, Algojo tersebut melemparkan jasad Pangeran keperapian. Seketika lidah api berwarna biru menyalak-nyalak tinggi sebelum akhirnya lenyap menjadi asap kelabu.

1705

Gema lonceng kapel gereja berdengung beberapa kali disekitaran kota Boston, menandakan upacara atau perayaan-perayaan besar sedang berlangsung. 

Beberapa kerumunan berjubah merah memenuhi sudut kota, untuk mengikuti upacara yang sudah ada sejak empat abad lalu semenjak kutukan Ratu Elisabeth melingkupi kota ini. 

Upacara tersebut tidak hanya dihadiri keluarga kerajaan saja, melainkan para kerajaan tetangga turut menghadiri upacara tersebut. 

Dari halaman pemakaman, terlihat dimana peti kaca yang berlapis emas dan bertahtakan batu rubi di arak menuju Altar oleh pihak gereja dan beberapa anggota kerajaan. Disana terbaring Pangeran Philip Joseph Bennet yang kematiannya tidak wajar, terdapat dua lubang kecil yang cukup dalam menganga dilehernya.

Para rakyat pun percaya bahwa kota ini terkutuk dengan adanya kutukan Ratu Elisabeth sebelum ia di bakar hidup-hidup. 

Tapi bukankah hanya keturunan perempuan dari Raja Joseph? Yang tidak diketahui rakyat adalah bahwa setiap kerajaan mempunyai cerita kelam yang sengaja di tutup rapat atau bahkan di hapus dari sejarah. 

Upacara tahunan ini diadakan untuk memperingati atau lebih tepatnya lagi mencegah hal buruk akan kutukan sang Ratu terjadi. Sejauh ini masih aman, namun kematian sang Pangeran satu tahun lalu, tidak dapat memungkiri ketakutan dan kecemasan rakyat yang menyeruak hingga ke kerajaan utama di London. 

Kumpulan para gadis bangsawan mulai menjual bahan gosip untuk pertukaran popularitas mereka dikalangan sosialita, semakin panas berita tersebut maka semakin mahal harga diri mereka. "Pangeran yang malang, apakah dia akan menjadi zombie atau mayat hidup?" ungkap Lilyana salah satu dari gadis-gadis bangsawan yang turut menghadiri upacara pemakaman.

Luciana kembarannya memutar bola matanya keatas seraya berkata "Tutup mulutmu Lil, kita sedang berada di lingkup kerajaan. Dimana tata kramamu?" Lilyana hanya mendengus. 

"Hey hentikan perdebatan kalian, sangat memalukan terlibat perdebatan dengan sahabat kalian yang kembar" sahut Isse-Heloise sembari membenarkan jubah merahnya. Sinar matahari yang cukup terik membuat Isse bergerak gelisah dan rasanya, hampir seluruh tubuhnya seperti terbakar di atas perapian.

"Bolehkah aku berteduh? Kau tau anemia ku kambuh? Aku tidak tahan berlama-lama di bawah teriknya matahari" Ucap Heloise pada si kembar L. 

Lilyana dan Luciana cukup mengerti dengan kondisi sahabat mereka, Isse. Mereka membiarkan Heloise menepi dan meninggalkan upacara pemakaman terlebih dulu. 

Heloise berjalan jauh meninggalkan kerumunan orang-orang yang mengikuti upacara pemakaman. Tanpa ia sadari, ada yang telah mengamatinya selama perayaan berlangsung. 

Sosok itu pun mengikuti kemana Heloise pergi. Heloise menyusuri gang kecil, tikungan-tikungan serta jalan bebatuan yang tidak rata. Hingga sebuah tangan tiba-tiba membekapnya dan membawanya ke sudut gang paling kecil yang jarang sekali dilalui. Ia pun meronta-ronta, tangannya mengais-ngais udara sebelum dirinya berhadapan dengan makhluk sempurna bak malaikat. 

Namun Isse terlalu pintar untuk dibodohi, makhluk itu bukan seorang malaikat, mungkin lebih tepat di sebut sebagai Fallen Angel atau malaikat yang jatuh atau terbuang, hingga sampai saat ini sudah tercemar bahkan menjelma menjadi dosa itu sendiri.

Dengan tatapan dingin dan was-wasnya Heloise berkata "Ada urusan apa anda kembali tuan?" sosok itu pun tidak merasa risih, marah atau terintimidasi atas perlakuan Isse. 

"Sudah lebih dari 300 tahun saya mencari anda Putri Heloise Reinfield. Ah tidak, bukan Reinfield tapi Bennet. Heloise Joseph Bennet" ucapnya diiringi suara tawa yang berdengung bak gemerincing lonceng natal. 

Jika saja makhluk dihadapannya bukan makhluk yang ia anggap sebagai musuh, mungkin dirinya akan terpikat dengan pesona sosok yang dikenalnya ini. Ise pun mengeratkan kedua tangannya "Jaga ucapan anda Tuan, saya Heloise Ruch Reinfield dan bukan Joseph Bennet.

Anda salah orang sepertinya" desis Isse sembari memicingkan matanya. Sekali lagi sosok itu pun tertawa bahkan tawanya saja mampu membius kesadarannya untuk sesaat.

"Saya hidup lebih dari 300 tahun Putri, mengapa anda meragukan kehidupan saya yang abadi? Saya telah mempelajari segala hal dari berbagai peradaban, apakah hal itu tidak cukup membuat anda percaya?"

Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan sang keturunan Ratu Elizabeth dan mendengar kebenarannya secara langsung, sesuatu di dalam diri Isse memberontak ingin dilepaskan. 

Heloise sudah kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Tepat tengah malam ini, bulan darah pun akan terjadi, bulan purnama merah darah hanya terjadi dalam kurun waktu 195 tahun sekali dan dampaknya akan sangat buruk bagi kelangsungan hidup manusia. 

Akan tetapi memberikan kekuatan yang tak terbatas bagi kaum immortal. Isse di landa rasa panik yang hebat, semenjak pertemuannya dengan Pangeran Marquoes tanda-tanda perubahan itu sudah mulai terjadi. 

Ia lebih sering mengurung dirinya di dalam rumah dengan alasan penyakit anemianya makin memburuk. Ia sangat kebingungan jika suatu hari nanti ia benar-benar kehilangan dirinya yang sejati, alasan apa lagi yang akan digunakannya untuk menutupi keadaannya atau bahkan dirinya yang tidak lagi mempunyai keriput atau tanda-tanda penuaan pada tubuh fisiknya.

Dan sekarang saat jarum jam berhenti tepat tengah malam dengan mengeluarkan dentangnya, bulan purnama pun akhirnya memuncak diiringi seruan para serigala liar, kepak sayap dan suara kelelawar serta hewan pengerat menjadi pengiring yang sempurna untuk malam ini. 

Heloise terbangun dengan kesadaran diambang batas, ia memegangi kerongkongannya yang terasa tandus seperti ratusan tahun tidak diairi, ia bangun dari ranjangnya menuju cermin. 

Dirinya sangat terkejut dengan penampakan yang ada didepannya dengan wajah pucat, kulit seputih porselin, rambut hitam legam menjuntai hampir kelantai, mata merah darah, taring yang menyempil diantara deretan gigi saat ia tersenyum atau membuka bibirnya. Heloise ketakutan melihat dirinya sekarang hingga berlari keluar rumah. 

Saat itu sekejap seluruh inderanya menjadi sangat tajam dan peka. Ia menghirup udara dengan rakus namun tidak di dapatinya sesuatu yang mengisi atau menggerakan paru-parunya, akan tetapi ada aroma yang kini membuat kerongkongannya terasa menghimpit dan menuntut untuk segera diari. Aroma itulah yang menuntunnya sampai di halaman kerajaan.

Aroma yang sangat kuno. Manis seperti halnya madu, candu seperti halnya dosa. Setetes saja takkan bisa memuaskan dahaga yang seluas samudera. 

Kau akan merelakan apapun bahkan sampai membunuh untuk itu. Sesuatu yang mengalir seperti halnya sungai bermuara ke samudera. Memberi kehidupan bagi yang mati, memberi kematian bagi yang hidup..

Dengan bantuan Sang Putera Mahkota yang telah lama menantikan hal ini, terpenuhi sudah dendam Sang Keabadian.

.TAMAT.

Karya Orisinil:  Anastasya Cornelia Shinta Septiananda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun