***
"Adira, coba dululah di perusahaan yang kecil ini. Memang gajinya sedikit, tetapi seiring waktu berjalan kamu juga bisa mencari pekerjaan di tempat yang lain."
"Bukan begitu, aku butuh kerja paruh waktu yang bisa dikerjain di rumah Ran. Aku masih mau lanjut kuliah"
"Terserah kamu deh, aku hanya bisa kasih usul"
Umran menutup telpon karena kesal. Nadira merenung di bawah bintang-bintang di langit, ia merindukan masa kanak-kanak yang hanya memikirkan dibelikan es krim dan bermain sepanjang hari. Ia mudah tersinggung setelah usia dua puluhan. Perasaan bersalah membuntutinya setiap menerima uang bulanan dari orang tuanya, ia pun sungkan berbagi cerita kepada kakaknya yang sudah bekerja.Â
Ia tidak pernah meminta tolong kepada teman di kampus untuk kebutuhannya, apa lagi mengemis pantang baginya. Kondisi pikiran yang kalut membawa ia sesekali pada bayangan bunuh diri. Ia ingin mengakhiri semua putus asa dan ragu yang menyertainya. Namun, ia selalu diingatkan oleh kakak rohaninya untuk berserah pada Tuhan. Cobaan yang dialaminya pasti tidak melebihi kekuatannya. Kata-kata yang inspiratif terus mengingatkannya untuk bertahan.
***
Aku Nadira, telah lulus setahun yang lalu dengan predikat cum laude. Pekerjaanku membaca dan menonton sepanjang hari. Cita-citaku menjadi penulis lepas dan penyiar radio. Namun, aku ingin melanjutkan kuliah tidak secara celaka lagi. Kalian tau kan gelar sarjana pertamaku itu karena aku butuh gelarnya saja. Ternyata jaminan kerja bukanlah gelar yang tersemat di depan marga.Â
Aku ingin mencari uang sendiri, mengurusi kebutuhanku dan melanjut ke jurusan yang aku inginkan dari kecil. Kamu tahu apa? sosial politik, komunikasi, dan hukum. Buku-buku yang kubaca novel berlatar belakang sejarah. Hah, aku sudah terlalu banyak berbagi info tentangku. Ini hanyalah mimpi, bagaimana mungkin dapat terjadi? Uang kemanakah, bisa mampir sebentar entar aku ganti deh dua kali lipat. Apa? tiga kali lipat juga bisa yang penting dapat kerja dulu buat nyambung hidup.
***
"Ati, ayah sudah kirim kamu uang ya. Jangan boros pakai secukupnya. Kondisi ekonomi lagi kandas" sambungan telepon terputus. Ati memang tidak ingin lama berbicara. Ia merasa dikasihani untuk kesekian kalinya. Nadira menghitung biaya sewa rumah, kebutuhan dapur, dan fasilitas yang digunakannya.Â