Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melajang Bukanlah Kejahatan

5 Juni 2021   13:41 Diperbarui: 5 Juni 2021   20:49 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tempat makan, seseorang  datang untuk makan sendiri masih terasa aneh bagi orang lain. Apalagi kalau tempat makan itu ramai dikunjungi orang.

“Untuk berapa orang, Kak?”
“1 orang.”

Pelayan akan meminta si lajang duduk di pojokan agar tidak terlihat menyedihkan oleh orang-orang yang melihat. Padahal bisa jadi si lajang ingin duduk di tempat strategis yang menghadap ke luar ruangan untuk menikmati pemandangan sekitar.

Berbagai macam stigma sosial diberikan kepada orang yang melajang, mulai dari dianggap terlalu pemilih atau pilih-pilih tebu, jual mahal, tidak laku, keras kepala, terlalu mandiri, egois, gila karir, perawan tua atau bujang lapuk, dan lain-lain.

Bahkan tidak jarang orang-orang mempertanyakan orientasi seksual para lajang. Di media sosial, berbagai macam meme tentang lajang bertebaran dan dibuat sebagai lelucon.

Bahkan di Tiongkok, perempuan lajang berusia 25 tahun ke atas dianggap perempuan sisa (leftover woman). Perempuan sisa dianggap sebagai aib keluarga karena tidak mengikuti aturan hidup yang ideal: menikah, punya anak, dan membangun keluarga. Orang tua pun memasarkan anak-anak gadis mereka di pasar jodoh dengan harapan agar mereka dapat menikah.

Ada banyak sebab orang memilih menjadi lajang. Ada orang-orang yang memiliki keinginan untuk menikah tetapi belum mendapatkan pasangan yang cocok dan memilih menunda pernikahan untuk fokus mengejar pendidikan dan karir. Golongan ini masuk dalam kategori lajang temporary voluntary single.

Ada juga yang ingin menikah dan secara aktif mencari pasangan namun belum mendapatkan pasangan yang sesuai dan memilih menunda pernikahan sampai mendapatkan pasangan yang cocok. Golongan ini termasuk dalam kategori lajang temporary involuntary single.

Ada juga yang memilih melajang sebagai pilihan hidup. Entah dengan alasan memenuhi panggilan religiusitas seperti para pastor, biarawan dan biarawati. Atau karena memang merasa nyaman dengan kehidupan melajang seperti yang banyak terjadi di negara-negara maju. 

Ada juga yang merasa trauma karena hubungan yang gagal/patah hati, mengalami pelecehan seksual, ataupun keluarga yang broken home. Golongan ini masuk dalam kategori lajang stable voluntary single.

Kepercayaan bahwa jodoh di tangan Tuhan dan Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, membuat orang-orang mempertanyakan hubungan orang yang melajang dengan Tuhan dan kualitas keimanannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun