Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melajang Bukanlah Kejahatan

5 Juni 2021   13:41 Diperbarui: 5 Juni 2021   20:49 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mungkin Tuhan ingkar janji. Jika orang yang melajang belum menikah, pasti ada yang salah dengan dirinya. Para lajang pun dinasihati untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

Para lajang juga dinasihati untuk berbenah diri dan memantaskan diri agar jodohnya datang. Pertanyaannya, apakah memang para lajang ini memang kurang pantas? 

Ada banyak jomblo berkualitas atau high quality jomlo seperti Ira Kusno, Raline Shah dan Nicholas Saputra. Banyak juga para pengangguran yang menikah yang justru membuat repot keluarga karena tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.

Nasihat lain yang diberikan kepada para lajang adalah harus lebih membuka diri dan memperluas pergaulan. Tidak jarang lajang disarankan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan untuk menjemput jodoh. Para jomlo diajak mengikuti pengajian di mesjid atau paduan suara pemuda dan kebaktian doa di gereja.

Di dalam budaya patriaki, stigma negatif orang yang hidup melajang lebih berat ditanggung bagi perempuan. Laki-laki tidak menikah dianggap tidak seburuk perempuan lajang. Laki-laki lajang masih dapat diterima masyarakat dengan pembenaran dia sedang mempersiapkan diri untuk kehidupan keluarga yang lebih mapan.

Sebaliknya, perempuan melajang dianggap memalukan bagi keluarga. Kodrat perempuan dikaitkan dengan melahirkan anak membuat perempuan yang belum menikah dianggap menyalahi kodratnya. 

Orang-orang sekitar akan memperingatkan bahwa “jam biologis” untuk melahirkan anak ada waktunya. Peringatan akan ada kesulitan melahirkan di usia yang lebih tua menjadi momok bagi para perempuan lajang. Berbeda dengan laki-laki yang tidak memiliki “jam biologis”.

Anggapan bahwa perempuan lajang tidak menarik perhatian lawan jenis juga dialamatkan kepada perempuan lajang. Perempuan lajang diasumsikan bertingkah laku menyebalkan seperti jutek dan bawel, sehingga lawan jenis tertarik. Atau sebaliknya, perempuan lajang terlalu pendiam dan kaku.

Penampilan perempuan lajang pun turut dikomentari sebagai penyebab kejomloannya. Orang-orang sekitar pun menyarankan agar perempuan lajang berdandan ataupun menguruskan badan agar terlihat menarik. 

Berbeda dengan laki-laki lajang, tuntutan untuk tampil menarik ini tidak dibebankan kepada mereka. Masyarakat menggangap sepanjang laki-laki memiliki banyak materi dan hidup mapan, perempuan secantik apapun tidak akan menolak.

Saat ini, sudah lebih banyak perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan jenjang karir yang tinggi. Kemajuan ini ternyata ikut mempengaruhi jodoh bagi perempuan karena sulit mendapatkan laki-laki yang sepadan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun