Di tempat makan, seseorang datang untuk makan sendiri masih terasa aneh bagi orang lain. Apalagi kalau tempat makan itu ramai dikunjungi orang.
“Untuk berapa orang, Kak?”
“1 orang.”
Pelayan akan meminta si lajang duduk di pojokan agar tidak terlihat menyedihkan oleh orang-orang yang melihat. Padahal bisa jadi si lajang ingin duduk di tempat strategis yang menghadap ke luar ruangan untuk menikmati pemandangan sekitar.
Berbagai macam stigma sosial diberikan kepada orang yang melajang, mulai dari dianggap terlalu pemilih atau pilih-pilih tebu, jual mahal, tidak laku, keras kepala, terlalu mandiri, egois, gila karir, perawan tua atau bujang lapuk, dan lain-lain.
Bahkan tidak jarang orang-orang mempertanyakan orientasi seksual para lajang. Di media sosial, berbagai macam meme tentang lajang bertebaran dan dibuat sebagai lelucon.
Bahkan di Tiongkok, perempuan lajang berusia 25 tahun ke atas dianggap perempuan sisa (leftover woman). Perempuan sisa dianggap sebagai aib keluarga karena tidak mengikuti aturan hidup yang ideal: menikah, punya anak, dan membangun keluarga. Orang tua pun memasarkan anak-anak gadis mereka di pasar jodoh dengan harapan agar mereka dapat menikah.
Ada banyak sebab orang memilih menjadi lajang. Ada orang-orang yang memiliki keinginan untuk menikah tetapi belum mendapatkan pasangan yang cocok dan memilih menunda pernikahan untuk fokus mengejar pendidikan dan karir. Golongan ini masuk dalam kategori lajang temporary voluntary single.
Ada juga yang ingin menikah dan secara aktif mencari pasangan namun belum mendapatkan pasangan yang sesuai dan memilih menunda pernikahan sampai mendapatkan pasangan yang cocok. Golongan ini termasuk dalam kategori lajang temporary involuntary single.
Ada juga yang memilih melajang sebagai pilihan hidup. Entah dengan alasan memenuhi panggilan religiusitas seperti para pastor, biarawan dan biarawati. Atau karena memang merasa nyaman dengan kehidupan melajang seperti yang banyak terjadi di negara-negara maju.
Ada juga yang merasa trauma karena hubungan yang gagal/patah hati, mengalami pelecehan seksual, ataupun keluarga yang broken home. Golongan ini masuk dalam kategori lajang stable voluntary single.
Kepercayaan bahwa jodoh di tangan Tuhan dan Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, membuat orang-orang mempertanyakan hubungan orang yang melajang dengan Tuhan dan kualitas keimanannya.