Budaya patriaki melanggengkan hipergami dimana laki-laki harus memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang dinikahinya.
Hal ini membuat laki-laki lebih memilih perempuan yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi dan penghasilan tinggi dianggap lebih susah diatur dan dikendalikan.
Oleh karena kehidupan lajang dianggap tidak lengkap dan tidak bahagia, orang-orang di sekitarnya merasa “terpanggil” untuk membantu para lajang usia matang agar menemukan jodohnya.
Berbagai bantuan ditawarkan, baik secara terang-terangan maupun dalam senyap. “Jodoh di tangan Tuhan. Tapi manusia juga perlu berusaha.” Kata-kata ini yang sering diucapkan kepada para lajang.
Berbagai upaya dilakukan agar para lajang segera menikah, seperti menjadi anggota biro jodoh zaman kiwari seperti Tinder, mendatangi orang “pintar” untuk mengetahui siapa jodohnya, dan menjodohkan para lajang.
Tidak jarang tekanan sosial agar setiap orang menikah membuat orang yang melajang akhirnya menyerah dan berkompromi, bahkan sampai mengorbankan idealisme dan perasaan.
Dengan anggapan cinta akan bertumbuh seiring waktu, para lajang pun akhirnya bersedia dijodohkan. Padahal membuat cinta bertumbuh tidak mudah dan dibutuhkan usaha dari kedua belah pihak. Belum lagi karena didesak untuk segera menikah, para lajang tidak memiliki waktu yang cukup untuk saling mengenal satu sama lain.
Banyak hal yang krusial dalam pernikahan yang terlewatkan untuk didiskusikan sebelum menikah, seperti visi hidup, kebiasaan masing-masing pribadi, manajemen keuangan, jumlah anak yang diinginkan dan cara mendidik anak, relasi dengan keluarga besar, manajemen konfilk, dll.
Jika hal-hal ini tidak dibicarakan secara terbuka, maka sering terjadi pertengkaran karena perbedaan pendapat. Hubungan cinta yang tidak kuat juga menyebabkan kehidupan rumah tangga menjadi hambar dan tidak bahagia. Akibatnya, perjodohan berakhir dengan perceraian.
Anggapan masyarakat seseorang berbahagia dan mencapai kepuasaan hidup jika dia sudah menikah dan memiliki keluarga. Orang yang hidup melajang dianggap kesepian dan tidak bahagia.