Mohon tunggu...
Haz Algebra
Haz Algebra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang hamba dari semua insan besar, juga hamba dari para pecundang. Menulis untuk meninggalkan JEJAK! [http://hazbook.blogspot.com/]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri Sex Edukasiana (3) Parade Kematian & Mahkota Ovum (TAMAT)

24 Juli 2010   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:38 1289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya di Negeri Sex Edukasiana (Axiologi Sperma). Negeri Sex Edukasiana (2) Rekreasi Ke Negeri Feminisia. Para sperma menyerbu Ovum bak hujan meteor yang  membuat punah Dinosaurus. Ovum seperti di tubruk tentara psikopat. Di hantam dari depan dan dari samping. Para sperma saling berebutan posisi, melompati barikade di depannya. Dan akhirnya menabrakkan diri di dinding Ovum bagaikan Pesawat teroris yang menabrak Menara Kembar WTC. Dari sisi samping Ovum juga demikian. Para sperma bagaikan pesawat tentara Kamikaze Jepang menggempur benteng pertahanan musuh.

***

"Gubrakkk..gubrakkk...gubrakkk..."

"Krak..krek..krak.."

Sepertinya itu bunyi retakan. Entah apa yang retak. Tapi Ovum masih terlihat baik-baik saja. Sementara sperma berjatuhan, terpantul-pantul dan kembali merapat ke dinding Ovum. Ada pula sperma yang tak bergerak lagi dan tertempel di dinding Ovum oleh cairan yang keluar dari kepalanya. Sementara yang masih hidup terus mencari celah untuk masuk ke inti ovum. Senjata Acrosom pun di aktifkan. Para sperma melakukan pengeboraan besar-besaran, mencoba menembus dinding Ovum layaknya manusia yang menggali kilang minyak dalam tanah. Begitu ambisinya. Akan tetapi tak ada satu pun yang berhasil masuk ke dalam. Dan jumlah kematian semakin bertambah.

ilustrasi

Tak ada lagi perdebatan Augustinus dan Rene. Tak ada lagi strategi licik Sun Tzu. Penunjuk arah pun hilang bersama petanya. Tersisa para sperma muda yang kehilangan pembimbing jati diri. Mulai berspekulasi dengan bekal ilmu dan keyakinan.

***

Malam makin membeku. Air-air tak bercahaya. Sperma-sperma gugur di seret arus. Suara-suara tangis makin menggigit keheningan ruang tuba fallopi. Air mata mengalir dari semua warga sperma. Air jiwa kesedihan yang dikhawatirkan menjadi bencana. Para sperma tak punya wibawa. Putri Ovum seperti memakai celana dalam berlapis baja. Kawat-kawat semangat sperma membeku oleh duka yang amat dalam. Sepertinya tujuan menghantarkan sperma pada sebuah garis, batas ada dan tiada.

***

"Kalau begini kacau! Semua gawat!"

"Kita punah! Kita bisa habis!"

"Aku menyerah. Kehabisan energi. Glukosaku menipis."

"Kita mulai dari garis tujuan, dan arah kita hanya satu: Punah. Kita menuju sadar diri yang besar. Kita tak bisa mengalami apa yang kita inginkan. Kita tak bisa menggantikan begitu banyak gambaran yang kita raba dari diri kita masing-masing."

"Apa yang akan kita lakukan?"

"Kita bertanya pada siapa?"

"Tuhan!"

"Apa yang akan kau tanyakan ? Kalau gen Maskulinisia punah!"

"Berserahlah pada Tuhan, semua sudah di takdirkan, kita tinggal menunggu saja."

"Apa yang kau tunggu, Tuhanmu memusnahkan sperma X dan menunjukkan jalan sperma Y? Tuhan mestinya tidak menanyakan jenis kromosom kita ketika membuka jalan menuju negeri feminisia."

"Ah, aku juga merasakan seolah-olah semua usaha yang telah kita lakukan dicampakkan begitu saja oleh-Nya. Tak di respon sama sekali. Sungguh, aku sangat kecewa. Tidak hanya kecewa, tapi juga patah hati. Patah hati dengan kuasa Tuhan yang mempermainkanku. Dan aku tidak mau mati dalam kondisi jiwa tertekan di sini."

"Tidak! kita harus terbiasa dengan kondisi tertekan seperti ini. Ini adalah cobaan agar kita bisa menjadi sperma yang lebih sempurna."

"Lihatlah! Hidup kita jadi mandek. Kita tak bisa bertahan hidup hanya dari candu Tuhan. Kita tak bisa hidup menuju kebebasan ekspresi gen kita jika inti dari hidup yang memandu kita adalah keyakinan tentang Tuhan yang tak pernah jelas dan sesungguhnya rapuh."

"Kalau kau begini, kau akan sama dengan mereka yang mati!"

"Aku ingin menjadi, bukan sama dengan. Kata itu berbeda. Kata yang menunjukkan proses, bukan hasil. Aku akan menuju kebebasanku. Aku tidak hanya menginginkannya, tapi aku akan mencari kebebasan itu. Aku sperma. Aku akan mengambil seluruh gen penyempurnaanku pada Ovum."

"Tapi bagaimana caranya? Nekad kau!"

"Nekadlah yang akan menyelamatkanku, bukan Tuhanmu, bukan dogmamu. Kenekadan adalah lawan dari ketakutan. Kenekadan adalah bagian dari kebebasan yang kumiliki."

ilustrasi

Para sperma yang tersisa berkumpul mencoba mencari pemecahan masalah. Seluruh kehidupan para sperma berada pada kedaan pertarungan terus menerus dan itu merupakan fakta dasar yang melandasi seluruh sejarah, pemikiran dan aktivitas para sperma. Seekor sperma tampak menolak gagasan bahwa sperma merupakan anugerah yang diberikan oleh alam dari pembelahan sel sebagaimana dalam konsep spermatogenesis. Ia juga menolak pandangan religius yang mengakui bahwa sperma adalah rahmat ilahi. Entahlah, mungkin karena ia melihat warga Negeri Maskulinisia hanyalah merupakan kesatuan sperma-sperma yang hidupnya setengah-setengah.

***

Meratap. Meratap. Meratap. Meratap. Meratap. Melukis hitam. Melukis hitam. melukis Hitam. Di depan Ovum, para sperma bersumpah bahwa mereka bukanlah gen jahat. Tapi, malam tetap saja berlabuh, mengarungi samudra air mani, keruh dan anyir. Di depan Ovum, para sperma memuji ketegarannya bagai baja. Tapi, pagi tetap berkabut. Membuat garis retak di kepala sperma. Keberanian yang diikuti dengan kematian. Dalam kepasrahan diri menerima gempuran-gempuran buih kenyataan yang di dorong oleh badai takdir, Ovum semakin cadas. Gempuran itu tidak melemahkannya ataupun meluruhkannya. Malah, gempuran itu menjadikan Ovum lebih kuat dari sebelum-sebelumnya.

***

Cukup lama para sperma termangu menatap Ovum. Semua sperma di sulapnya menjadi bangkai tak bermakna. Membuat hati para sperma jadi alergi. Sudah hampir tiga hari mereka di ruang itu. Satu persatu berjatuhan karena kelelahan, cadangan makanan semakin menipis. Banyak dari mereka tidak mampu lagi dan pesimis untuk hidup. Puisi-puisi pun menggeliat merasa tak nyaman di perkosa situasi.

"Aku hanya bisa berjuang sampai di sini. Inilah batas ikhtiarku dan selanjutnya adalah takdir. Tuhanlah yang menentukan segalanya." Sebuah kalimat terakhir dari salah seekor sperma dalam kepasrahannya menjemput ajal.

***

Dalam keadaan tersungkur lemah. Seeokor sperma masih bertahan tepat di sisi depan Ovum, memegang rumbai-rumbai Ovum, tak mau melepaskannya. Sperma itu setengah pingsan, setengah sadar. Wajahnya carut marut. Lendir-lendir dan serpihan-serpihan potongan tubuh temannya menempel lekat di wajahnya. Ada luka kecil membentuk garis di kepala mungilnya. Sambil menangis getir sperma itu melantunkan lagu sambil menari tak sempurna.

"Oh, dimanakah kau Ovum. Gen penyempurna sejatiku. Mengapa kau menutup diri? Aku mencari-carimu, mengajakmu bergabung, menumpang Bahtera Nuh menuju kelahiran manusia-manusia merdeka, untuk cepat tumbuh tanpa ketakutan. Menarilah engkau Ovum, gendang kita tabuh bersama, bersetubuh kita, dengan nikmat yang sama."

Tiba-tiba dari dalam bola berwarna merah berlapis 'baja' tak berongga, muncul sebuah suara halus dan menyejukkan.

"Kalian memanggilku Ovum. Tetapi aku adalah setengah manusia bagi sperma yang terpesona dan memberiku cinta. Aku berjalan sendirian mencari nasib dari Ovarium menuju Uterus. Aku terseok di lembah Fallopi berteman kegilaan dan nestapa serta memanah gelombang ketakutan menuju gairah."

"Wahai putri Ovum, mengapa engkau takut? Kami bukanlah sperma jahat yang akan menakuti pikiranmu."

"AKu melihat kalian mengaliri hidup dengan penuh ambisi. Tapi itu sama sekali tak menuju hatiku. Itulah sebabnya aku mengunci diri pada gairah liar yang kalian tawarkan. Sendiri aku menenun hasrat dan birahi menjadi gumpalan selaput baja yang kugunakan sebagai tirai membatasi rasa. Aku berharap ada yang dapat melepas kekalutan cinta atasku."

Terdiam...

"Siapa kau sebenarnya wahai Putri Ovum? Apakah kau ini putri petir? Kalau ya, mintalah ibumu berhenti berteriak. Atau kau asuhan guntur? Kalau benar, mintalah ia tidur sejenak. Kami sudah terlalu menderita mengejarmu. Tapi tak ada siapapun yang memperdulikan kami. Kami merangkak sendiri."

"Bukan, aku bukan siapa-siapa. Dan kau sudah tahu namaku."

"Kalau begitu, apa sebenarnya kau ini?"

"Aku lahir dari rahim Ovarium. Terpancar melalui saluran Tuba Fallopi. Dibesarkan dengan kematian. Di asuh oleh Estrogen dan Progesteron. Keberadaanku adalah sebuah bentuk kecintaan Tuhan kepada manusia. Itulah aku. Tapi aku bukanlah sebuah tujuan seperti yang kalian pikirkan." jawab Ovum.

"Jika perkataanmu benar, tunjukkan padaku, bahwa kau mampu berbuat bijaksana dengan kebenaranmu."

"Dasar sperma bodoh. Aku tak mungkin memberikan apa yang kau minta. Semua itu adalah hakNya. Sementara aku adalah cikal bakal kehidupan sekaligus kematian itu sendiri. Aku hanyalah sebuah gelapnya malam. Rabalah aku, kau tak akan memperoleh apa-apa. Aku kekosongan dalam kekosongan. Dan aku menjadi puncak kekosongan itu. Tanpa wujud dan tanpa bentuk."

"Wahai Ovum, aku tak mengerti dengan apa yang kau katakan. Maknanya terlalu tinggi untuk ku cerna. Cobalah kau bicara dengan bahasa setengah manusia. Bahasa yang keras dan vulgar. Tak usah kau bermain sajak dan prosa. Sebab itu hanya basa basi dan memalukan."

"Aku tak mau menyalahkan kalian para sperma." Jawab Ovum yang semakin tidak di mengerti.

Udara malam makin bertambah dingin. Seolah-olah melunturkan moral dan melupakan kebenaran. Bahkan sampai hari menjelang pagi, suara hiruk pikuk masih terdengar dari sisi samping Ovum yang pemimpinnya telah mati. Para sperma masih berebut kekuasaan di tengah-tengah menipisnya makanan. Mereka saling berebut untuk membahagiakan Ovum. Lama-kelamaan, suara-suara mengerikan itu perlahan-lahan mengecil.

ilustrasi

***

"Bolehkah aku bertanya sesuatu hal padamu, Ovum?

"Tak ada yang bisa melarang kau untuk bertanya. Kebebasan itu untuk menyampaikan suara hatimu. Bahkan kepada Tuhan sekalipun. Karena Tuhan tak pernah membuat peraturan untuk melarang makhluknya bertanya. Bahkan untuk mempertanyakan keberadaanNya."

"Maafkan aku jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu. Dimana letak kebenarannmu sebagai setengah manusia dan bentuk cinta Tuhan ketika kau justru meninggalkan perilaku saling bunuh di bangsa kami, bangsa sperma?"

"Di situlah mestinya kau terima keberadaanku dan kebenaran Tuhan. Itu akibat keegoisan kalian yang tak mengerti keadaanku. Aku butuh penguatan. Aku butuh komitmen untuk bisa meneruskan takdirku sebagai manusia. Kita harus belajar dari sekarang tentang nilai-nilai kemanusiaan sebelum kita menjadi manusia sempurna. Tataplah wajah Tuhan dalam hiruk itu."

"Oh Ovum, betapa indah yang kau katakan. Kini aku merasa telah jatuh cinta padamu. Izinkan aku menciummu dengan gelora birahiku."

"Sperma bodoh dan dungu. Aku bukan untuk kau cintai seperti itu. Aku tidak untuk kau setubuhi dengan gelegak nafsumu. AKu bukan untuk kau geluti dengan nafasmu yang memburu. Tujuan kita adalah terbentuknya seorang manusia yang bukan hanya sebagai wadah ekspresi kebebasan gen kita, melainkan juga sebagai pancaran dari ruh Tuhan dengan segala keagunganNya."

***

Bulan tergelincir ke barat. Terapung di atas air laut yang berlumpur. Hitam dan bergerak-gerak. Hiruk pikuk telah lama tak terdengar. Karena kematian telah lama menyatroni para sperma. Sementara itu, tersisa satu sperma yang tak punya banyak waktu lagi.

ilustrasi

"Wahai Ovum, ajaklah aku mencapai tujuan itu. Biar aku bisa bercerita tentang kebenaran dan keadilan yang aku pelajari selama ini. Di sini aku berjanji dan akan ku bawa sebagai kesucian seorang manusia bersamamu. Ajaklah aku tinggal di rahim ini bersamamu hingga tiba masa bagi seorang manusia yang paripurna."

"Apakah kau tak takut hancur lebur seperti sperma lainnya?"

"Karena aku menghendaki ketinggian, maka aku juga harus bersiap lebur dalam kehancuran. Ya, aku harus lebur terlebih dahulu, aku harus hancur dulu untuk menjadi zat yang benar-benar berwujud baru. Setiap kehancuran yang total selalu melahirkan sesuatu yang lebih indah, sesuatu yang lebih baru, kehidupan yang bersemangat dan tentu lebih bermakna."

"Jika kau benar-benar serius, maka ikutilah aku dengan segala kesabaran dan kesederhanaan yang kau miliki."

Di belakang ovum, seekor sperma itu merangkak memahkotainya sebagai ratu. Dengan perlahan menyusup kedalam Ovum dengan cinta. Dan senja tiba-tiba benderang. Di ruang Tuba Fallopi ada pesta kunang-kunang. Sperma dan Ovum melebur dengan telanjang. Sperma itu tak jelas identitasnya. Tapi dialah sperma unggul, seekor Supersperma, dan itulah tujuan sebenarnya. Sperma yang berhasil melepaskan status kebinatangannya (spermatozoa) sebagai sel hasil pembelahan. Sperma yang menyadari bahwa diperlukan perjuangan dan kekuatan diri dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup.

***

Sperma melebur dalam Ovum, menuju penyatuan karakter gen masing-masing. Dalam peleburannya, mereka berdiskusi dengan penuh gairah cinta. Dan mereka merencanakan pembentukan manusia sempurna.

Fertilisasi (ilustrasi)

Tak ada hujan. Tak ada halilintar. Tinggal tangis bakal bayi kecil yang mencicit dari gua kerahiman. Ya, mimpi itu menembus bola warna merah. Dan dunia tak lagi berselimut sunyi seperti kuburan.

***

Tinggal menunggu waktu. Dan mereka akan menuju dunia baru dengan kesucian yang mereka bawa.

***

T.A.M.A.T

***

*Cerita ini hanya fiktif belaka. Adapun karakter-karakter yang di tokohkan hanya untuk menggambarkan bahwa begitu banyaknya bentuk potensi karakter yang di miliki oleh seorang manusia. Ya, manusia bisa menjadi apa saja dan siapa saja. Dan manusia itu sendirilah yang akan memilih karakternya masing-masing.

Salam Hormat Dari Negeri Sex Edukasiana :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun