Mohon tunggu...
Haz Algebra
Haz Algebra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang hamba dari semua insan besar, juga hamba dari para pecundang. Menulis untuk meninggalkan JEJAK! [http://hazbook.blogspot.com/]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri Sex Edukasiana (3) Parade Kematian & Mahkota Ovum (TAMAT)

24 Juli 2010   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:38 1289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lihatlah! Hidup kita jadi mandek. Kita tak bisa bertahan hidup hanya dari candu Tuhan. Kita tak bisa hidup menuju kebebasan ekspresi gen kita jika inti dari hidup yang memandu kita adalah keyakinan tentang Tuhan yang tak pernah jelas dan sesungguhnya rapuh."

"Kalau kau begini, kau akan sama dengan mereka yang mati!"

"Aku ingin menjadi, bukan sama dengan. Kata itu berbeda. Kata yang menunjukkan proses, bukan hasil. Aku akan menuju kebebasanku. Aku tidak hanya menginginkannya, tapi aku akan mencari kebebasan itu. Aku sperma. Aku akan mengambil seluruh gen penyempurnaanku pada Ovum."

"Tapi bagaimana caranya? Nekad kau!"

"Nekadlah yang akan menyelamatkanku, bukan Tuhanmu, bukan dogmamu. Kenekadan adalah lawan dari ketakutan. Kenekadan adalah bagian dari kebebasan yang kumiliki."

ilustrasi

Para sperma yang tersisa berkumpul mencoba mencari pemecahan masalah. Seluruh kehidupan para sperma berada pada kedaan pertarungan terus menerus dan itu merupakan fakta dasar yang melandasi seluruh sejarah, pemikiran dan aktivitas para sperma. Seekor sperma tampak menolak gagasan bahwa sperma merupakan anugerah yang diberikan oleh alam dari pembelahan sel sebagaimana dalam konsep spermatogenesis. Ia juga menolak pandangan religius yang mengakui bahwa sperma adalah rahmat ilahi. Entahlah, mungkin karena ia melihat warga Negeri Maskulinisia hanyalah merupakan kesatuan sperma-sperma yang hidupnya setengah-setengah.

***

Meratap. Meratap. Meratap. Meratap. Meratap. Melukis hitam. Melukis hitam. melukis Hitam. Di depan Ovum, para sperma bersumpah bahwa mereka bukanlah gen jahat. Tapi, malam tetap saja berlabuh, mengarungi samudra air mani, keruh dan anyir. Di depan Ovum, para sperma memuji ketegarannya bagai baja. Tapi, pagi tetap berkabut. Membuat garis retak di kepala sperma. Keberanian yang diikuti dengan kematian. Dalam kepasrahan diri menerima gempuran-gempuran buih kenyataan yang di dorong oleh badai takdir, Ovum semakin cadas. Gempuran itu tidak melemahkannya ataupun meluruhkannya. Malah, gempuran itu menjadikan Ovum lebih kuat dari sebelum-sebelumnya.

***

Cukup lama para sperma termangu menatap Ovum. Semua sperma di sulapnya menjadi bangkai tak bermakna. Membuat hati para sperma jadi alergi. Sudah hampir tiga hari mereka di ruang itu. Satu persatu berjatuhan karena kelelahan, cadangan makanan semakin menipis. Banyak dari mereka tidak mampu lagi dan pesimis untuk hidup. Puisi-puisi pun menggeliat merasa tak nyaman di perkosa situasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun