Mohon tunggu...
Mohammad Kanzul Fathon
Mohammad Kanzul Fathon Mohon Tunggu... Penulis - Pemula

Hobi : Suka menulis apa saja,Travelling,Tennis,Badminton,Suka Tantangan,Suka Hal Baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Manajemen Madrasah

19 Desember 2023   08:06 Diperbarui: 19 Desember 2023   08:08 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas perihal keberadaan lembaga pendidikan yang bernama madrasah, tampaknya akan selalu menarik dan tidak ada habis-habisnya, terutama kajian dari aspek manajemennya.Manajemen dalam suatu organisasi atau lembaga apa pun akan sangat dibutuhkan, bahkan  disadari atau tidak  sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam lembaga tersebut. Semakin baik manajemen yang diterapkan, semakin besar pula kemungkinan tingkat keberhasilan lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya,demikian pula sebaliknya.

Dewasa ini perkembangan dunia pendidikan khususnya madrasah menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan.Setidaknya ada dua indikasi yang bisa dijadikan parameter.Pertama, jumlah lembaga madrasah tiap tahun  terus bertambah.Kedua, jumlah peserta didik yang mendaftar semakin banyak bahkan beberapa lembaga terpaksa tidak bisa menerima semua calon peserta didik  baru karena keterbatasan daya tampung ruang kelas.Animo masyarakat begitu tinggi seolah madrasah menjadi harapan besar dan mampu  menjawab persoalan pendidikan serta problematika kehidupan.

Realitas di lapangan kualitas Sebagian lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah ditengarai belum sesuai dengan yang diharapkan.Tulisan ini akan membahas sekilas mengenai manajemen madrasah terkait dengan problematika yang ada di dalamnya dan pemecahannya beserta dengan formulasi dalam pengembangan madrasah.Madrasah harus dikelola secara terencana agar mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kualitas keimanan, ketakwaan, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memelihara dan mengembangkan eksistensi bangsa. Karena itu, peranan lembaga pendidikan Islam perlu ditingkatkan melalui penguasaan pengetahuan dan kemampuan manajerial kependidikan guna mencapai efektivitas madrasah dalam menangani sistem pendidikan Islam.

Pada awalnya istilah manajemen cenderung ditempatkan pada dunia bisnis dan perusahaan. Mengingat pentingnya peranan manajemen dalam usaha pengelolaan dunia pendidikan maka istilah manajemen diadaptasikan dalam dunia pendidikan.Dengan kata lain pendidikan memposisikan istilah menajemen dalam dunia pendidikan dan memunculkan istilah yang disebut dengan manajemen pendidikan.

Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola.Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini.Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.Menurut George R. Terry dan Leslie W. Rue dalam Dasar-Dasar Manajemen, terjemahan G.A Ticoalu  2000 : 1), manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah "managing" --pengelolaan-- , sedangkan pelaksananya disebut dengan manager atau pengelola.Namun dari sekian banyak definisi ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu :"Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya."

Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan).Kata ini merupakan derivasi (proses pembentukan kata baru) dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al- Qur'an seperti firman Allah SWT :

Artinya : "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu" (Q.S.Al- Sajdah : 05).

Dari isi kandungan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik dan tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.Terdapat fungsi-fungsi pokok dalam proses manajemen yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisai, menentukan kesempatan dan ancamannya, menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program, semua itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan secra ilmiah.Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur.Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi kedalam fungsi garis, staf dan fungsional.Hubungan terdiri dari tanggung jawab dan wewenang. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan vertikal.Semuanya itu memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengkomplimentasikan rencana.

Fungsi pemimpin mengambarkan bagaimana seorang manajer/pemimpi mengarahkan dan mempengaruhi bawahanya, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenagkan untuk bekerja sama. Fungsi pengawasan meliputi penentuan standar, supervisi, dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standard an memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai.Pengawasan sangat erat kaitannya dengan perencanaan, karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.  

Unsur-Unsur Manajemen menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan Presthus Robert V. (1960) manajemen mempunyai lima unsur (5M), yaitu: Men, Manusia merupakan unsure mutlak dan yang terpenting didalam manajemen. Sebagai sumber tenaga kerja utama, manajemen tidak akan berjalan tanpanya. Dalam manajemen, manusia dibedakan menjadi dua golongan yaitu yang dipimpin dan yang memimpin. Money,merupakan sarana terpenting setelah manusia, dimana dalam kegiatannya, dapat dipastikan mereka membutuhkan uang. Materials, bahan-bahan juga penting dalam manajemen.Bahan-bahan itu dapat berupa bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan jadi.Machines,dewasa ini, penggunaan mesin semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi.Penggunaan mesin biasanya dilakukan untuk mencapai efesiensi kerja dimana mesin-mesin itu dapat mempermudah, memperlancar, dan mempercepat proses kerja sehingga dapat membawa banyak keuntungan maksimal.Methods,metode adalah cara pelaksanaan kerja.Metode kerja yang baik adalah yang sederhana, mudah, dan dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan.

Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick kerena menajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaiman orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi kerena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional itu dituntut kode etik tertentu.

Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan  pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnydisebut managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Istilah berasal dari kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan empat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat'.Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. Secara teknis, dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah.Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan". stilah madrasah sebagai pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui menteri Saljuqi yangbernama Nizam al-Mulk, yang mendirikan madrasah Nizammiyah.

Sejarah perkembangan Pendidikan Islam (madrasah) di Indonesia dapat dikaji melalui empat masa yaitu pertama, masa pra-kemerdekaan; kedua, masa orde lama; ketiga, masa orde baru; keempat, masa reformasi. Berikut akan diuraikan perkembangan pendidikan islam (madrasah) dari masa-masa tersebut.

Madrasah Pada Masa Pra- Kemerdekaan 

Secara historis, keberadaan pendidikan islam di Indonesia dimulai sejak masuknya Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke-7.Dengan masuknya Islam ke Indonesia secara otomatis praktek pendidikan atau pengajaran Islam telah ada meski dalam bentuk yang sangat sederhana.Secara institusional pendidikan islam mulai berkembang pada awal abad ke-20 M dengan didirikannya madrasah dan pondok-pondok pesantren atau surau baik di pulau jawa, Sumatra dan Kalimantan. Semangat pendirian madrasah sebagai sentral pendidikan Islam setidaknya didasarkan pada dua hal, pertama pendidikan Islam tradisional kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai.Kedua, laju perkembangan sekolah- sekolah model Belanda di masyarakat cenderung meluas dan membawakan watak secular sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan islam yang lebih teratur dan terencana.Dengan demikian didirikanlah sistem pendidikan islam yang berbentuk madrasah baik d Jawa maupun Luar Jawa diantaranya Pondok Pesantren Tebuireng Jombang (1899 M), didirikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari. Madrasah formalnya didirikan pada tahun 1919 M, dengan nama salafiyah, dan diasuh oleh K.H. Ilyas ( mantan menteri Agama RI) madrasah ini memberikan pengetahuan agama dan penegetahuan umum.

Kebijakan pemerintah Belanda terhadap pendidikan islam pada saat itu pada dasarnya bersifat menekan -- deskriminatif. Hal ini disebabkan kekhawatiran pemerintah Belanda akan bangkitnya militansi kaum muslimin terpelajar dari madrasah tersebut. Oleh sebab itu pendidikan islam harus dikontrol, diawasi, dan dikendalikan. Salah satu kebijakan yang diberikan adalah penerbitan Ordonansi Guru, yaitu kewajiban bagi guru-guru agama untuk memiliki surat izin dari pemerintah Belanda. Akibat pemberlakuan Ordonansi Guru adalah tidak semua orang dapat menjadi guru agama dan diperbolehkan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan meskipun dia ahli agama. Latar belakang penerbitan ordonansi ini adalah bersifat politis untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi pemicu perlawanan rakyat terhadap penjajah.Madrasah pada masa Orde Lama keberadaan pendidikan Islam (madrasah) pada awal kemerdekaan semakin jelas, karena lembaga-lembaga tersebut telah diakui bahkan dilindungi dan dikembangkan oleh pemerintah.  

Undang-unadang Dasar 1945, pasal 31 ayat 2 menyatakan " Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang".Dengan demikian secara langsung penyelenggaraan pendidikan islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Selain itu, berdasarkan rapat Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 22 Desember 1945 diantaranya memutuskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran di negeri ini, pendidikan di langgar-langgar dan madrasah-madrasah dianjurkan agar berjalan terus dan diperpesat. Pernyataan ini, kemudian diikuti dengan keluarnya keputusan BPKNIP yang menyatakan agar madrasah-madrasah itu mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah. (Husaini Usman, Manajemen Pendidikan 1981:13).

Madrasah Pada Masa Orde Baru 

Muhaimin. dalam Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. ( 2003:13) pada masa ini, kebijakan sistem pendidikan nasional didasarkan pada TAP MPRS No. 27, pasal 1 tanggal 5 Juli 1966; yang menetapkan bahwa " Agama, pendidikan dan kebudayaan adalah unsur mutlak dalam Nation and Character Building", dan sekaligus menetapkan bahwa " Pendidikan agama menjadi mata pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap murid atau mahasiswa sesuai dengan agamanya masing-masing".

Madrasah Pada Masa Reformasi 

Pada masa reformasi, Sistem Pendidikan Nasional masih diatur oleh UUSPN nomor 2 tahun 1989 yang menurut banyak kalangan sudah tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, pasal 11 yang menyatakan tentang " Daerah berkewajiban menangani pendidikan". Atas dasar kritikan itulah, disusun dan disahkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional.

Kehadiran lembaga madrasah ini berawal dari fenomena ketidakpuasan terhadap sistem pesantren yang lebih menitikberatkan agama, sebaliknya  pada sistem pendidikan umum justru ketika itu tidak menghiraukan agama. Dengan demikian kehadiran madrasah dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberlakukan secara berimbang antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dalam pendidikan dikalangan umat Islam. Atau dengan kata lain madrasah merupakan perpaduan sistem pendidikan pesantren dengan pendidikan kolonia,( Sunhaji, Manajemen Madrasah 2006:8).

Sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya munculnya madrasah mempunyai empat latar belakang, yaitu:

1) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaruan sistem pendidikan Islam

2) Upaya penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum. Misalnya, masalah kesamaan kesempatan kerja dan memperoleh ijazah.

3) Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpaku pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.

4) Sebagai upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.

Menurut pendapat Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam;Konsep, Strategi dan Aplikasi, (. 2009:13), manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan Pendidikan yang telah ditetapkan sebelumya, agar efektif dan efisien. Tak dapat disangkal lagi bahwa manajemen adalah suatu hal penting yang menyentuh, mempengaruhi dan bahkan merasuki hampir seluruh aspek kehidupan manusia layaknya darah dan raga. Juga telah dimengerti bahwa dengan manajemen, manusia mampu mengenali kemampuannya berikut kelebihannya dan kekurangannya. Begitu juga dalam dimensi pendidikan Islam manajemen telah menjadi sebuah istilah yang tak dapat dihindari demi tercapainya suatu tujuan. Untuk mencapai tujuannya, maka pendidikan Islam mesti dan harus memiliki manajemen yang baik dan terarah.Kerjasama sekelompok manusia melalui pemanfaatan sumber daya manusia ataupun non manusia penting dilakukan untuk mencapai tujuan madrasah agar efektif dan efisien.

Setiap kebijakan baru biasanya diambil  dikarenakan oleh beberapa hal, seperti perlunya melakukan perubahan baik secara parsial maupun holistik, adanya koreksi sebagai bagian dari hasil evaluasi, perlunya dilakukan penyesuaian terhadap keinginan dan kebutuhan yang mendesak, serta pelibatan manusia secara efektif di lingkungan organisasi dan sebagainya. Oleh karena itu, perubahan pada dasarnya merupakan kata kunci di samping karena adanya kesadaran untuk melakukan hal yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang menjadi tanggungjawab siapa saja.

Supriyadi dan Jalal dalam Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Demokratisasi, ( 2001:23), berpendapat dalam konteks pendidikan, perubahan merupakan sesuatu yang sangat mendasar dan dibutuhkan, sebab pendidikan sangat erat kaitannya dengan nasib suatu bangsa ke depan dan bagaimana bangsa itu melaksanakan atau mencapai tujuan nasionalnya. Itulah sebabnya setiap negara melakukan perubahan terhadap sistem nasionalnya setiap saat. Walaupun terkadang perubahan tersebut adakalanya dilakukan dengan mendapat bantuan dari negaa lain, atau karena memang telah ada kesadaran dari diri sendiri untuk melakukan perubahan.Jika diperhatikan kasus Indonesia dalam melakukan perubahan, sebenarnya perubahan tersebut karena adanya kesadaran dari bangsa Indonesia itu sendiri dan juga karena adanya bantuan dari negara lain atau dari badan dunia.

Lahirnya Undang -- undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjadi angin segar bagi dunia Pendidikan Islam,dimana  memposisikan madrasah dan lembaga pendidikan lainnya (persekolahan) sama, yaitu sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Sebagai lembaga pendidikan, baik madrasah maupun sekolah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada dasarnya, secara organisasional, madrasah merupakan organisasi yang mengelola diri (self-organized) untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristiknya. Dan pengelolaan diri ini dijalankan oleh para pemimpin madrasah melalui sebuah mekanisme manajemen operatif. Namun, karena madrasah di Indonesia merupakan sub sistem dalam makro sistem pendidikan nasional dan tanggung jawab pengelolaannya dibebankan pada Kementerian Agama, maka pengelolaan diri madrasah secara individu tidak cukup memberikan dampak perubahan yang signifikan dan luas bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat muslim Indonesia saat ini. Hal tersebut karena kondisi madrasah yang yang tergolong miskin dalam berbagai sumber, termasuk sumber daya manusianya dan inilah salah satu poblem yang menyelimuti kehidupan madrasah.

Berbagai hal yang yang melatarbelakangi persoalan tentang kelemahan manajerial madrasah adalah sebagai berikut:

1. Ketidakjelasan Misi, Visi dan Tujuan Madrasah

Dalam bukunya Total Quality Management in Education, Edward Sallis mengemukakan bahwa dalam suatu organisasi tanpa visi, maka perubahan tidak mungkin, tanpa misi maka perubahan bisa salah arah, tanpa insentif, perubahan lama terjadi,tanpa sumber daya perubahan tidak akan terwujud, dan tanpa fasilitas, maka perubahan hanya sedikit. Jika madrasah telah mencanangkan misi dan visi yang jelas, maka tujuan tujuan akan muah dicapai, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi.

2.Ketidakjelasan struktur dan Tata Kerja

 Seringkali terjadi tumpang tindih di lapangan antara  wewenang yayasan dengan pengelola madrasah. Salah satu konflik laten dalam pengelolaan madrasah adalah perbedaan kepentingan antara pihak pengelola madrasah dengan yayasan. Yayasan sebagai pemilik biasanya memiliki posisi tawar yang lebih, dan pada umumnya menggunakan kekuasaannya untuk mengatur segala hal. Sebaliknya, madrasah cenderung tidak atau kurang memiliki posisi tawar sehingga secarapsikologis menjadikan pengelola madrasah tersubordinasikan.

 3.Kurangnya keterlibatan madrasah

Sebelum isu desentralisasi pendidikan digulirkan dan lebih khusus lagi dengan adanya pendidikan berbasis masyarakat, madrasah adalah salah satu model pendidikan berbasis masyarakat yang telah lama ditengah-tengah masyarakat.Akan tetapi, perkembangan selanjutnya madrasah yang didirikan masyarakat tersebut kemudian mengalami kemandegan inilah problem klasik yang sering muncul.Ketika madrasah sudah berdiri, maka keterlibatan aktif masyarakat untuk memikirkan nasib, kelangsungan hidup (apalagi pengembangan dan kemajuan) madrasah relatif kurang (kalau tidak bisa dikatakan tidak ada).  

4. Lemahnya jaringan (Network)

Banyak terjadi di masyarakat kita, bahwa dalam satu daerah tertentu terdapat beberapa madrasah yang berdampingan tetapi belum bisa bergandeng tangan secara maksimal, yang terjadi malah sebaliknya saling mematikan.Ini tentu saja salah satu faktor mindset yang kurang tepat.Harusnya bermitra untuk maju bersama.

 5. Lemahnya manajemen

Kelemahan di bidang ini boleh dibilang merupakan "wabah"yang menjangkiti sebagian besar madrasah. Banyak faktor yang ditengarai menjadi salah satu penyebab utama problematika di madrasah adalah manajemen yang lemah.Keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan dari unsur pemimpin/manajer.Manajer merupakan kunci atau penentu yang akan merencanakan, menggerakkan, mengawasi dan mengevaluasi jalannya organisasi.

Hasil penelitian Ornstein dan Levine (1989) dalam (Sagala, 2006:71) merumuskan karakterik efektifitas madrasah yang meliputi tujuh hal, yaitu: (1) lingkungan yang aman dan teratur yang mendukung proses belajar; (2) misi dan komitmen kerjasama staf madrasah yang jelas; (3) karakteristik kepemimpinan instruksional yang lugas oleh kepala madrasah; (4) iklim yang mendukung bagi murid untuk mencapai ketrampilan yang tinggi; (5) perencanaan dan pelaksanaan yang dapat memberikan hasil belajar siswa; (6) melakukan pemantauan atas kemajuan belajar siswa dan memperbaiki instruksional; (7) hubungan madrasah dan keluarga yang positif yaitu orang tua memainkan peranan yang penting untuk mendukung misi dasar madrasah dalam membantu pencapaian tujuan madrasah.

Kementerian Agama adalah salah satu institusi vertikal  yang memiliki satker terbanyak dimana salah satunya menaungi lembaga madrasah mencatat data madrasah yang resmi memiliki ijin operasional sebagai berikut ; Jumlah madrash/RA ; 83.543 lembaga, dengan sebaran RA ;  30.148 lembaga,   MI ; 25.840, MTs ; 18.380 , MA; 9.150 lembaga. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Timur ;  20.378 lembaga. Jumlah Lembaga di  Kota Blitar ;  38, dengan rincian ; RA ; 17 lembaga, MI ; 10 lembaga ( 1 negeri , 9 swasta ), MTs ; 7 lembaga ( 2 negeri, 5 swasta ),MA ; 4 lembaga ( 1 negeri, 3 swasta ). Bisa dilihat dari data tersebut 95% Lembaga madrasah diselenggarakan oleh masyarakat / swasta.

Sisi lain dari problematika yang dihadapi  sebagian madrasah terutama yang diselenggarakan oleh masyarakat yakni :

a.Kualitas  Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola lembaga pendidikan.

b.Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).

c.Kesejahteraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).

d.Bangunan sarpras yang sebagian besar kurang representatif.

e.Status kepemilikan tanah belum jelas.

f.Berlokasi di tempat yang kurang strategis.

g.Luas lahan yang mengakibatkan sulit untuk pengembangan

Untuk mengatasi problematika kelemahan madrasah di atas setidak-tidaknya ada tiga pendekatan yang bisa ditawarkan, yaitu:

Islamisasi ilmu pengetahuan  

Prof.dr. Muhammad Arkaum menganggap bahwa islamisasi IPTEK sebagai suatu kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak kita bahwa islam hanya semata-mata sebagai idiologi (USA, 1991) terlepas dari adanya pro dan kontra mengenai masalah ini, bahwa islamisasi ilmu merupakan conditio since quanon, bukan berarti seorang insinyur harus menguasai tafsir, fiqih, ilmu hadits, dsb, namun paling tidak ia berkepribadian sebagai seorang muslim sesuai nilai-nilai islam, bertawakal dsbdemikian juga sebagai ustadz (ulama) sebagai alumni madrasah harus menguasai iptek tetapi paling tidak menginsafi bahwa IPTEK adalah penting bagi pengemangan ilmu pengetahuan itu sendiri dan juga diperintahkan oleh agama.Usaha islamisasi ini tidak hanya akan menghiangkan dikotomi sistem pendidikan kita, juga akan mengikis dikotomi lembaga pendidikan yang pada gilirannya akan menghilangkan sikap dikotomi terhadap lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah dengan sekolah umum sehingga kesan madrasah sebagai sekolah "kelas dua" harus dihilangkan

Legalitas kelembagaan

Sebagai tindak lanjut islamisasi dari ilmu tadi, maka selanjutnya adalah harus ada legalitas kelembagaan dan pengakuan profesional terhadap lembaga pendidikan semacam madrasah.Sebanarnya legalitas kelembagaan ini sudah tertuang didalam UUSPN.i No 2 tahunn 1989 namun baru tahap formalitas, kenyataan dilapangan belum diakui 100% masih terdapat dikotomi terhadap pengekuan profesionalisme antara alumni pendidikan umum dengan alumni madrasah dalam kiprah membangun bangsa yang mayoritas penduduknya muslim ini. Karena itu penataan secara substansial baik kurikulum dan kualitas pendidik menjadi sangat esensial.  

Kurikulum pendidikan dan kualitas pendidik  dan tenaga kependidikan  Beberapa pergantian kurikulum dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bagi madrasah terakhir adalah adanya kurikulum berciri khas agama Islam yang menerapkan 10% pendidikan agama dan 90% pendidikan umum. Kurikulum ini kiranya membawa angin segar bagi pengembangan pendidikan Islam.Adapun yang menjadi ciri khas dari kurikulum jenis ini adalah: (1) matapelajaran-matapelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan Islam (Qur'an, Hadits, Akidah Akhlak, Ibadah, Syari'ah, Fiqh dan Sejarah Islam), (2) suasana keagamaan yang berupa suasana kehidupan madrasah yang agamis, adanya sarana ibadah, penggunaan metode dan pendekatan yang agamis dalam setiap matapelajaran dan kualifikasi guru yang harus beragama Islam dan berakhlak mulia, disamping memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya meningkatkan kualitas output madrasah juga perlu didukung oleh pemanfaatan pendidik yang berkualitas Dengan demikian persoalan keprofesionalan tenaga pendidik dalam madrasah sangat diperlukan guna pengembangan madrasah ke arah yang lebih baik. Saat ini terjadi perubahan paradigma dalam kehidupan berbangsa, sekaligus juga terjadi perubahan paradigma pendidikan sebagai bagian dari antisipasi keadaan dan
kebutuhan masa depan.

Perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru itu mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap berbagai aspek lainnya.Pada pendidikan paradigma lama, berbagai kebijakan cenderung menggunakan komunikasi top down, sedangkan paradigma baru menggunakan bottom up. Kebijakan dengan paradigma top down cenderung berakibat adanya pemaksaan satu pihak (pemerintah) kepada pihak lain (masyarakat).

Manajemen madrasah merupakan  segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia melalui pemanfaatan sumber daya manusia ataupun non manusia untuk mencapai tujuan madrasah agar efektif dan efisien.Problematika dalam manajemen  madrasah setidaknya harus dilakukan peningkatan kualitas dengan melakukan transformasi manajemen kelembagaan, kurikulum , mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun