"hal terkecilpun, misalnya sebelum menemuimu dengan alasan ada pertemuan dengan klien di sebuah hotel, dia tetap menghabiskan menu makan malamya bersamaku"
Dia terhenyak, matanya sedikit melotot kepadaku. kali ini dia tau makna senyumanku, aku akui aku kalah, aku tak bisa menutupi senyum kemenanganku.
"sebagai istri, yang merasa waktu itu untukku, tapi dia habiskan denganmu, apa menurutmu aku rela?"
kali ini senyum kemenanganku, semakin kuat dan berkarakter, lama dia menatapku sampai akhirnya dia buang pandangannya jauh keluar lapangan olahraga yang ada di dalam lapas.
"aku mencintai suamiku, susah payah kubangun mahligai cinta bersamanya, aku tidak ingin suamiku dimiliki orang lain, apalagi perempuan seperti kamu!"
"aku tak ingin memiliki suamimu, aku cuma ingin uangnya, tapi aku juga tak mau jadi pembunuh!"
"karena itulah"
"karena apa!"
"karena itulah kuberikan sedikit racun pada sup kesukaannya, cukup untuk bertahan setidaknya sampai kalian dikamar hotel dan menghabiskan sebotol wine, dan kau tahu wine yang kau beli itu tidak beracun, seorang pria yang menabrakmu di pintu minimarket itulah yang menukar wine itu"
"Kau.........!!!" matanya melotot padaku
"tak perlu begitu, aku sangat menyayangi suamiku, jadi daripada aku harus menangis dan bersedih ketika melihatnya bersamamu, alangkah baiknya kalau dia tak dimiliki siapapun termasuk aku, walaupun kau tahu rasanya sakit, sakit sekali"