Mohon tunggu...
Haura Muafa
Haura Muafa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Amateur Writer

Rule number #1, Never be number #2.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cerbung: Melodi Sunyi dan Dunia Kecil (Bagian Dua)

21 Februari 2024   16:14 Diperbarui: 21 Februari 2024   19:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aldearra mengerutkan kening, ketika pria itu mulai berkomat-kamit sembari memegang buku diarinya. Dengan paksa, Aldearra merebut kembali buku diarinya dan bertanya dengan bahasa Isyarat,

"Siapa Kamu?"

#2

. 

Keheningan seketika mengelilingi mereka berdua. Pria itu hanya tertegun bingung, mengerutkan kening dan menggaruk kepala. Aldearra lumayan kesal, ia mengerlingkan matanya.

"Sudah kuduga, dia tak akan paham" pikirnya, sembari membuka buku diarinya dan mengambil pena. Ia ingin mencoba untuk menulis lagi, meski idenya sudah mentok di ujung jalan.

Tetiba saja, secarik kertas mengalihkan perhatiannya. Aldearra berpaling ke arah sumber darimana kertas itu berasal. Saat ia menoleh, ia melihat pria itu masih ada di sini, tersenyum manis sembari menggenggam secarik kertas itu. Aldearra sedikit risih dengan pria 'lancang' itu, tatapannya sinis. Kenapa ia masih ada di sini?.

Aldearra menatap kertas itu, rupanya di sana terdapat sebuah kalimat. Aldearra tertegun, apa pria ini bermaksud untuk menyampaikan sesuatu? Namun, untuk apa?. Saat matanya perlahan mencerna kata-kata yang pria itu rangkai, ia terkejut. Di atas kertas itu, ia menuliskan,

"Bisakah kita berbincang di atas secarik kertas ini? Aku tertarik padamu, karya tulismu sungguh indah"

Saat mata Aldearra sudah mencapai penghujung kalimat, matanya terbelalak tak percaya. Matanya beradu dengan pria itu, ia merasakan getaran kehangatan yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuhnya. Seseorang telah mengakui karyanya, mengakui karya tersembunyi dari si tuli. Hal itu perlahan membuatnya merasa di hargai, ia juga merasa tak masalah dengan kehadiran pria itu.

Ia mengambil pena, perlahan menjawab kalimatnya sembari tersenyum kecil, "Tentu boleh, dan terimakasih :)"

Setelah merasa dapat persetujuan, pria itu tersenyum kembali. Ia mengambil kursi dan duduk berisian dengannya di balkon, kemudian menuliskan,

"Terimakasih pula untukmu. Dan perkenalkan, namaku Yash. Aku adalah fotografer"

---OwO---

"Oh? Aku baru tahu ternyata kau sangat cinta dengan sastra sejak kecil.." ungkap Yash lewat goresan penanya. Mereka sudah berbincang sejak setengah jam yang lalu mengenai Aldearra itu sendiri. Yash terlihat tertarik padanya, dan itu juga membuat Aldearra senang.

"Kalau boleh tahu, mengapa?" tanya Yash, sembari menatap Aldearra dengan raut penasaran.

"Aku tidak pernah mendengarkan harmoni dan alunan indah dari musik dan tak dapat menikmati goresan warna dari lukisan. Maka dari itu, aku menikmati dan menyelam dalam seni kepenulisan" tutur Aldearra saat menuliskan jawabannya di kertas. Aldearra dapat melihat raut kagum dari Yash, ia tersenyum bahagia. Belum pernah ada orang luar sekolah tuli yang benar-benar tertarik padanya.

Yash kembali menggoreskan tinta penanya,

"Apakah tulisan indahmu juga sangat beragam seperti musik? Kupikir, bakatmu akan sangat keren jika kau menulis banyak sekali kisah dan prosa tentang hal yang berbeda. Seperti musik dan genrenya, seperti kuas dan cat warna yang beragam pula"

Aldearra mengamati pertanyaan Yash, tangannya seketika terdiam. Senyumnya perlahan mengendur, raut wajahnya murung. Pikirannya tiba-tiba tertarik kembali pada kebimbangannya petang tadi. Dengan rasa kecewa, ia menuliskan pikirannya dengan perlahan,

"Tidak. Aku hanya menulis tentang keindahan panorama kota Vladiostok, dengan segala deskripsi tentang kepingan salju dan awan putihnya"

Yash tertegun sejenak, mencoba mencerna dan memahami apa yang Aldearra rasakan. Saat Yash akan menjawab pernyataan Aldearra, tangan lentik gadis itu menyelanya.

"Aku adalah sang tuli, yang di wajibkan untuk terus menerus dikurung di dalam gedung sekolah disabilitas. Aku tak kan pernah dapat kesempatan untuk melihat dunia luar, dan menumpah ruahkannya ke dalam karyaku"

Aldearra menuliskan seluruh keresahannya, dengan raut bimbang dan sedih. Ia kembali kehilangan harapan, semangat untuk berbincang lagi. Meski tulisannya di akui oleh Yash, tetapi jika isinya hanyalah Vladiostok, siapa yang tertarik? Ia merasa tidak ada lagi yang perlu di banggakan.

Sebuah hal yang membuat Aldearra terkejut tiba-tiba muncul, Yash malah tersenyum membaca pernyataan itu. Dengan percaya dirinya, ia menjawab pernyataan murung Aldearra dengan kalimat,

"Masalahnya hanya itu? Mudah"

"Mudah?" Aldearra mengkerutkan kening. Bagaimana hal itu bisa menjadi mudah? Apa Yash mau membawanya dalam koper dan menggiringnya keliling dunia? Mustahil, pikir Aldearra.

Seakan dapat membaca keresahan Aldearra, Yash terkekeh geli. Ia menggenggam kamera hitam yang ia gantungkan di lehernya, dan memotret Aldearra secara mendadak.

"Hah? Dia ngapain, sih?" Aldearra mulai kesal kembali, sinar silau dari cahaya kamera membuat matanya menyipit. Yash tersenyum lebar melihatnya, kemudian mengambil cetakan foto yang keluar dan meniupnya. Ia kembali duduk, menuliskan sebuah kalimat,

"Aku adalah pemotret pemandangan dunia, seluruh panorama dan tampilan penjuru negara ada di tanganku. Jadi,"

Aldearra kebingungan, penasaran dengan lanjutan kalimat itu. Yash perlahan meraih tangan Aldearra, kemudian menggoreskan kata per-kata di atas telapak tanganya dengan perlahan. Saat Aldearra berhasil menyusun kata-kata yang ia tulisan, ia terkejut. Yash rupanya menulis,

"Aldearra, masuklah ke duniaku"

"Masuk ke...dunianya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun