Aldearra mengerutkan kening, ketika pria itu mulai berkomat-kamit sembari memegang buku diarinya. Dengan paksa, Aldearra merebut kembali buku diarinya dan bertanya dengan bahasa Isyarat,
"Siapa Kamu?"
#2
.Â
Keheningan seketika mengelilingi mereka berdua. Pria itu hanya tertegun bingung, mengerutkan kening dan menggaruk kepala. Aldearra lumayan kesal, ia mengerlingkan matanya.
"Sudah kuduga, dia tak akan paham"Â pikirnya, sembari membuka buku diarinya dan mengambil pena. Ia ingin mencoba untuk menulis lagi, meski idenya sudah mentok di ujung jalan.
Tetiba saja, secarik kertas mengalihkan perhatiannya. Aldearra berpaling ke arah sumber darimana kertas itu berasal. Saat ia menoleh, ia melihat pria itu masih ada di sini, tersenyum manis sembari menggenggam secarik kertas itu. Aldearra sedikit risih dengan pria 'lancang' itu, tatapannya sinis. Kenapa ia masih ada di sini?.
Aldearra menatap kertas itu, rupanya di sana terdapat sebuah kalimat. Aldearra tertegun, apa pria ini bermaksud untuk menyampaikan sesuatu? Namun, untuk apa?. Saat matanya perlahan mencerna kata-kata yang pria itu rangkai, ia terkejut. Di atas kertas itu, ia menuliskan,
"Bisakah kita berbincang di atas secarik kertas ini? Aku tertarik padamu, karya tulismu sungguh indah"
Saat mata Aldearra sudah mencapai penghujung kalimat, matanya terbelalak tak percaya. Matanya beradu dengan pria itu, ia merasakan getaran kehangatan yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuhnya. Seseorang telah mengakui karyanya, mengakui karya tersembunyi dari si tuli. Hal itu perlahan membuatnya merasa di hargai, ia juga merasa tak masalah dengan kehadiran pria itu.
Ia mengambil pena, perlahan menjawab kalimatnya sembari tersenyum kecil, "Tentu boleh, dan terimakasih :)"