"Aku adalah sang tuli, yang di wajibkan untuk terus menerus dikurung di dalam gedung sekolah disabilitas. Aku tak kan pernah dapat kesempatan untuk melihat dunia luar, dan menumpah ruahkannya ke dalam karyaku"
Aldearra menuliskan seluruh keresahannya, dengan raut bimbang dan sedih. Ia kembali kehilangan harapan, semangat untuk berbincang lagi. Meski tulisannya di akui oleh Yash, tetapi jika isinya hanyalah Vladiostok, siapa yang tertarik? Ia merasa tidak ada lagi yang perlu di banggakan.
Sebuah hal yang membuat Aldearra terkejut tiba-tiba muncul, Yash malah tersenyum membaca pernyataan itu. Dengan percaya dirinya, ia menjawab pernyataan murung Aldearra dengan kalimat,
"Masalahnya hanya itu? Mudah"
"Mudah?"Â Aldearra mengkerutkan kening. Bagaimana hal itu bisa menjadi mudah? Apa Yash mau membawanya dalam koper dan menggiringnya keliling dunia? Mustahil, pikir Aldearra.
Seakan dapat membaca keresahan Aldearra, Yash terkekeh geli. Ia menggenggam kamera hitam yang ia gantungkan di lehernya, dan memotret Aldearra secara mendadak.
"Hah? Dia ngapain, sih?" Aldearra mulai kesal kembali, sinar silau dari cahaya kamera membuat matanya menyipit. Yash tersenyum lebar melihatnya, kemudian mengambil cetakan foto yang keluar dan meniupnya. Ia kembali duduk, menuliskan sebuah kalimat,
"Aku adalah pemotret pemandangan dunia, seluruh panorama dan tampilan penjuru negara ada di tanganku. Jadi,"
Aldearra kebingungan, penasaran dengan lanjutan kalimat itu. Yash perlahan meraih tangan Aldearra, kemudian menggoreskan kata per-kata di atas telapak tanganya dengan perlahan. Saat Aldearra berhasil menyusun kata-kata yang ia tulisan, ia terkejut. Yash rupanya menulis,
"Aldearra, masuklah ke duniaku"
"Masuk ke...dunianya?"