Mohon tunggu...
Hatta Syamsuddin
Hatta Syamsuddin Mohon Tunggu... lainnya -

jalan-jalan berbagi inspirasi, penikmat sejarah & kuliner, guru ngaji dan jualan roti di pesisir bengawan solo \r\n\r\nwww. indonesiaoptimis.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tragedi Sang Demonstran

27 Maret 2010   22:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Wisnu, kamu Wisnu kan?? Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi??”. Tanya danu sambil mengguncang-guncangkan tubuh Wisnu, sahabatnya. Yang ditanya malah tersenyum mengejek.

“ Wisnu siapa? Aku bukan Wisnu! Aku tentara yang setia terhadap negara dan bangsa! Ha…ha..ha..Aku intelijen! Ha….ha….Tangkap aku!! Cepat! Kalau berani..” kembali pemuda berammbut gondrong itu tertawa terbahak-bahak. Giginya kuning menyeringai menambah suasana semakin menegangkan.

“Wisnu, ini kami…teman seperjuangmu! Masih ingat ketika kita demo dulu di Trisakti…saat butiran peluru menyerempet lenganku? Kamu dulu yang menyelematkanku…” Danu kembali berteriak-teriak di depan telinga Wisnu, yang hanya menatap kedepan dengan pandangan kosong.

“ Ha..ha..ha.. kalian siapa? Aku aparat negera yang bersih dan berwibawa…ha…ha… jangan ganggu aku.Aku mau sholat!” , teriak pemuda lusuh tadi dengan tegas. Sejurus kemudian pemuda lusuh gondrong itu melakukan takbir, ruku’, sujud, …sampai lengkap sholat ashar empat rekaat. Danu dan teman-temannya hanya memperhatikan dengan tatapan mata bertanya-tanya.nu dalam menuntut keadila

Setelah selesai sholat, pemuda itu seolah nampak khusyuk berdo’a. Ada butiran-butiran air keluar dari pelupuk matanya. Tiba-tiba nafasnya mulai tak beraturan. Pandangannya masih kosong kedepan. Tubuhnya oleng tersungkur kedepan menimbulkan suara berdebum. Danu dan teman-temannya segera menghampiri tubuh pemuda itu yang tak bergerak lagi.

“ Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun….”, ucap seorang teman setelah memastikan detak jantung pemuda lusuh itu telah berhenti. Pemuda lusuh itu meningal bukan saja karena tekanan jiwa. Tapi juga beberapa organ tubuhnya telah mengalami pendarahan yang cukup hebat. Danu tak kuasa dan tak percaya melihat kejadian dihadapannya.danu berteriak histeris, ia pingsan tak sadarkan diri. Teman-temannya yang lain tertunduk lesu. Tak ada yang mampu menahan air mata mereka. Semuanya menangis tersedu-sedu. Mereka bukan saja kehilangan seorang Wisnu, lebih dari itu, mereka baru saja mendapat pelajaran nyata tentang resiko perjuangan.

Perjuangan Wisnu dalam menuntut keadilan menjadikannya diculik, disiksa, dan dicuci otaknya hingga menjadi gila. Sang Aktifis itu kini diam, jasadnya tersungkur diserambi masjid yang dulu pernah ia tinggali selama bertahun-tahun. Ia meninggal setelah sholat Ashar. Senyuman teduh masih tersisa dari wajahnya. Ia menghadap pemimpin besarnya di langit sana. Untuk melaporkan apa yang telah ia lakukandemi keadilan dimuka bumi ini. Selamat jalan sang Aktifis….
* ditulis di Khartoum tahun 2003, memenangkan lomba cerpen islami yang diadakan kerja sama antara Dharma Wanita Persatuan KBRI Khartoum dan FLP Sudan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun